REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Lebih dari 300 demonstran pro-demokrasi berunjuk rasa di depan gerbang markas tentara di Bangkok. Mereka meminta tentara untuk menarik dukungan terhadap dewan pemerintahan yang didirikan oleh milter atau junta.
Junta mengambil alih kekuasaan setelah kudeta Mei 2014. Namun para pengunjuk rasa juga tidak ingin pengambilalihan militer lainnya.
"Kami menginginkan transisi damai. Sudah waktunya bagi tentara dan seluruh masyarakat Thailand untuk berhenti mendukung junta dan memihak rakyat," ujar salah satu pemimpin aksi, Rangsiman Roma.
Ini adalah salah satu aksi protes terbesar dalam gelombang protes terbaru. Prajurit di markas tentara menolak untuk menanggapi demonstran.
Pawai dimulai di Universitas Thammasat, Bangkok. Polisi yang tidak bersenjata berusaha menghalangi para demonstran yang menuju ke markas tentara. Demonstran membakar dupa dan berorasi untuk memperkuat pesan mereka.
"Bagi Anda yang ada di rumah, bergabunglah dengan kami sampai kami bisa memenangkan perang ini. Sampai kami mendapatkan apa yang kami inginkan," kata aktivis mahasiswa Sirawith Seritiwat, yang juga dikenal sebagai Ja New.
Para pengunjuk rasa menginginkan junta mengadakan pemilihan pada November 2018 seperti yang dijanjikan tahun lalu. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan pemungutan suara tidak akan terjadi sampai awal 2019. Ini penundaan terbaru untuk pemungutan suara yang semula direncanakan pada 2015.
Para pengunjuk rasa juga marah dengan skandal korupsi, khususnya penyelidikan terhadap koleksi jam tangan mewah Wakil perdana menteri dan Menteri Pertahanan, Prawit Wongsuwan. Bulan lalu, petisi publik menuntut dia untuk berhenti.
Prawit mengatakan dia meminjam arloji teman-temannya. Namun ia bersedia mengundurkan diri jika masyarakat menginginkannya.
"Ada terlalu banyak korupsi. Kami membutuhkan demokrasi kembali sekarang," kata seorang mantan marinir ThailandMike Pisek (70).
Walaupun unjuk rasa dipimpin oleh mahasiswa namun kebanyakan peserta berusia 60 atau 70 tahun. Para pemimpin demonstrasi mengatakan mereka tidak merencanakan lebih banyak aksi sampai Mei atau mendekati peringatan empat tahun kudeta 2014.
Tentara mengaku mengambil alih kekuasaan untuk mengakhiri protes jalanan selama berbulan-bulan pada 2013 dan 2014 di Bangkok yang dipimpin oleh Komite Reformasi Demokrasi Rakyat (PDRC).