Ahad 03 Jun 2018 23:38 WIB

Johor Dukung Keputusan Pembatalan Proyek Kereta Cepat

Pembangunan kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura dinilai menambah utang negara.

Pekerja berjalan di samping kereta cepat di pabrik kereta CRRC Guangdong, Jiangmen, Cina, Jumat (3/11).
Foto: Antara/M. Irfan Ilmie
Pekerja berjalan di samping kereta cepat di pabrik kereta CRRC Guangdong, Jiangmen, Cina, Jumat (3/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Negeri Johor mendukung keputusan Pemerintah Persekutuan untuk membatalkan pembangunan kereta api berkecepatan tinggi Kuala Lumpur-Singapura (HSR). "Pembatalan pembangunan itu tepat dan sesuai dengan pendekatan Pakatan Harapan untuk tidak membebani negara dengan 'megaproyek', yang menyebabkan pertambahan utang dan pada masa sama berusaha mengurangi utang negara," kata Menteri Besar Johor Dato Osman Sapian di Johor, Ahad (3/6).

Pejabat keturunan Jawa Tengah itu mengatakan, pernyataan Ketua Badan Perhubungan UMNO (Perhimpunan Bangsa Melayu Bersatu) Negeri Johor Datuk Mohamed Khaled Nordin bahwa pembangunan HSR, yang menelan anggaran 110 miliar ringgit itu adalah "pengubah permainan" bagi pembangunan di wilayah selatan Johor dan tidak dapat diterima dalam keadaan ekonomi saat ini.

"Proyek ini jika dilaksanakan baru siap dan mulai beroperasi menjelang 31 Disember 2026, kira-kira sembilan tahun dari sekarang. Projek ini juga akan memakan waktu terlalu panjang untuk kembali modal, apalagi mendapatkan keuntungan," katanya.

Dia mengatakan, bahwa hal tersebut belum termasuk biaya lain, termasuk biaya operasional. "Modal proyek itu, yang menelan 110 miliar ringgit, sangat tinggi, sedangkan pengembaliannya rendah," katanya.

Pemerintah Negeri Johor senantiasa terikat dengan janji membawa pembangunan ke Johor Tengah dan Utara, melanjutkan rangkaian penyambungan pengangkutan lebih murah, moderen dan menelan biaya tidak besar. "Yang paling penting layanan itu dapat dinikmati rakyat dari seluruh lapisan masyarakat dan proyek tersebut tidak membebani keuangan negara," katanya.

Pemerintah Negeri Johor di bawah pemerintahan Barisan Nasional (BN) sebelum ini dinilai gagal membangun Johor secara seimbang dan menyeluruh. Sehubungan dengan denda kira-kira 500 juta ringgit, yang harus dibayar Malaysia akibat pembatalan pembangunan tersebut, menurutnya, lebih baik pemerintah menanggung kerugian jangka pendek daripada menanggung beban utang hingga 100 miliar ringgit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement