Sabtu 11 May 2019 19:00 WIB

Perkelahian Terjadi di Legislatif Hong Kong

Beberapa anggota legislatif dilarikan ke rumah sakit.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Perkelahian terjadi di legislatif Hong Kong.
Foto: REUTERS/James Pomfret
Perkelahian terjadi di legislatif Hong Kong.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Perkelahian terjadi di legislatif Hong Kong. Percecokan terjadi antara pembuat undang-undang pro-demokrasi, dan mereka yang setia pada Beijing atas undang-undang ekstradisi, Sabtu (11/5).

"Ini hari yang menyedihkan bagi Hong Kong," kata anggota parlemen, Elizabeth Quat, Sabtu (11/5).

Baca Juga

Anggota parlemen pro-demokrasi, dan mayoritas pro-Beijing mencoba mengadakan dengar pendapat terpisah mengenai RUU tersebut. Kemudian perkelahian terjadi, dan anggota parlemen memanjat meja, saling memaki saat petugas keamanan berusaha menjaga ketertiban.

Salah satu anggota parlemen pro-demokrasi, Gary Fan, jatuh dan harus dibawa ke rumah sakit. Beberapa anggota parlemen pro-Beijing juga jatuh.

"Kami menertawakan legislatif Taiwan di masa lalu, tetapi Hong Kong bahkan lebih buruk," kata Quat.

Lebih dari 130 ribu orang menentang RUU ini dua pekan lalu. Sementara beberapa ribu berkumpul di luar legislatif pada Jumat malam untuk menuntut RUU ini dihapuskan.

Komunitas bisnis Hong Kong yang biasanya konservatif telah menyatakan pertentangan. Kamar Dagang Internasional di Hong Kong, mengatakan RUU itu akan membuat orang berisiko kehilangan kebebasan, properti, dan bahkan kehidupan mereka di masa depan.

Asosiasi Pengacara Hong Kong menyatakan undang-undang tersebut tidak memiliki perlindungan yang memadai bagi individu untuk menghadapi persidangan yang adil di Cina. Selain itu akan kesulitan dalam memvalidasi bukti yang diajukan oleh otoritas Cina.

Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan kontroversi pekan ini. Komisi kongres AS menyatakan undang-undang tersebut dapat nasional AS. Komisi AS bahkan mengatakan Angkatan Laut AS mungkin harus menghentikan kunjungan ke Hong Kong.

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam bersikeras tentang perlunya pengaturan untuk mengekstradisi pelanggar ke Cina dan Taiwan, sebuah pulau yang diklaim Beijing sebagai miliknya. Oposisi pembuat undang-undang demokrasi Hong Kong memegang kurang dari sepertiga kursi di legislatif. Artinya mereka tidak dapat memveto undang-undang saat ada di pemungutan suara final.

"Kami akan menggunakan semua aturan prosedur untuk menunda undang-undang sebanyak yang kami bisa," kata salah satu anggota partai Demokrat, Che Cheuk-ting.

Di bawah kerangka satu negara, dua sistem, Hong Kong dijamin haknya untuk mempertahankan sistem sosial, hukum, dan politiknya sendiri selama 50 tahun pada 1997. Namun, Partai Komunis Cina mengingkari perjanjian itu dengan memaksa melalui perubahan hukum yang tidak populer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement