Jumat 14 Jun 2019 16:39 WIB

TSS Berlaku Juni 2020, Ini Konsekuensinya Bagi Indonesia

Citra Indonesia di lingkungan internasional sebagai negara maritim semakin meningkat.

Indonesia menjadi salah satu negara peserta sidang IMO di Markas Besar IMO di London.
Foto:

Kepala Distrik Navigasi Kelas I Dumai, Raymond Sianturi selaku anggota Delegasi Indonesia di sidang IMO MSC ke 101 mengatakan, Ditjen Perhubungan Laut sudah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, salah satunya adalah keberadaan Marine Command Center (MCC) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, sebagai pusat pemantauan lalu lintas pelayaran dan sekaligus sebagai National Data Center (NDC) yang diakui oleh IMO.

Sarana dan prasarana tersebut juga berguna untuk mendukung aksi terhadap pembajakan kapal melalui sistem Long Range Identification dan Tracking (LRIT) yang berbasis satelit, juga siap mendukung dalam aspek keamanan pelayaran.

"Langkah-langkah persiapan tersebut akan dilaksanakan secara berkesinambungan bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pusat Hidrografi & Oseanografi yang juga akan memproduksi peta laut baik peta kertas maupun peta elektronik guna mendukung pemberlakuan TSS dimaksud," ujar Raymond.

Tentunya, menurut Raymond, juga diperlukan dukungan pemerintah daerah serta instansi dan stakeholder terkait hingga masyarakat pesisir. "Terlepas dari tugas berat tersebut, keberhasilan Indonesia dengan pemberlakuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok akan memberikan manfaat jangka panjang dan merupakan bagian dari peningkatan kesiapan dalam menyikapi meningkatnya volume dan aktifitas pelayaran, pertumbuhan teknologi pelayaran, serta penerapan teknologi millenial di bidang pelayaran yang tidak dapat dihindari," ujarnya.

Dengan demikian, pemberlakukan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok akan memberi sumbangsih terhadap perwujudan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta terhadap kesiapan Indonesia di bidang pengelolaan lalulintas pelayaran dalam era Industri 4.0. Sebagai informasi, Indonesia merupakan negara kepulauan pertama di dunia  yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS).

Sebelumnya Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura. Namun TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura tersebut berbeda pengaturannya mengingat dimiliki oleh 3 (tiga) negara, sedangkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hanya Indonesia yang memiliki wewenang untuk pengaturannya. Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.

Indonesia merupakan negara berdaulat yang tertuang dalam UNCLOS 1982 sebagai negara yang memenuhi syarat sebagai negara kepulauan.Adapun negara kepulauan lainnya yang tertuang dalam UNCLOS 1982 antara lain Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina.

Penetapan TSS di selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO memang sangat penting dan diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia dengan lalu lintasnya yang sangat padat tersebut.

Dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya.

Selat Sunda, adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang. 

Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

Di Selat Sunda juga terdapat 2 gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran.

Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya. ALKI merupakan alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal-kapal internasional (freedom to passage) sebagaimana yang tertuang dalam UNCLOS 1982. 

Pemisahan alur laut yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary areas pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.

Dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman.

Sehingga dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang juga merupakan ALKI tersebut menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement