REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pada 3 Juli 1988, kapal perang angkatan laut Amerika Serikat (AS) yang sedang berpatroli di Teluk Persia, menembak jatuh satu pesawat penumpang Iran. AS mengira pesawat itu adalah pesawat tempur F-14.
Pesawat itu ternyata adalah pesawat penumpang Airbus A300. Pesawat sedang melakukan penerbangan rutin dari Bandar Abbas, Iran ke Dubai, Uni Emirat Arab. Semua yang ada di dalam pesawat, sekitar hampir 300 orang, diyakini tewas.
Dilansir BBC History, kapal perang AS USS Vincennes sebelumnya telah melacak pesawat A300 secara elektronik dan memperingatkannya untuk menjauh. Ketika tidak ada respons, kapal menembakkan dua rudal darat-ke-udara. Satu di antaranya menghantam pesawat itu.
Para pejabat Angkatan Laut mengatakan, kru Vincennes yakin mereka menembaki jet tempur F14 Iran, meskipun belum mengonfirmasi hal ini secara visual. Pesawat itu meledak enam mil dari Vincennes, reruntuhan yang jatuh di perairan teritorial Iran.
Kapal-kapal dan helikopter Iran pun langsung mencari orang yang selamat, tetapi nahas, tidak ada yang ditemukan. Televisi Iran menyiarkan adegan tubuh mengambang di tengah puing-puing yang berserakan.
Iran marah, dan menuduh AS melakukan pembantaian biadab. Iran pun bersumpah untuk membalas darah para martir.
Sementara itu, Presiden Reagan mengatakan, Vincennes telah mengambil tindakan pertahanan yang layak. Ia menyebut insiden itu sebagai kecelakaan yang dapat dimengerti, meskipun dia mengatakan dia menyesali hilangnya nyawa.
Ketua Kepala Staf Gabungan Laksamana William J Crowe Jr mengatakan pada konferensi pers Pentagon, pemerintah AS sangat menyesalkan insiden tersebut. Ia mengatakan, Airbus berada empat mil di sebelah barat dari rute penerbangan komersial biasa.
Pilot pesawat Airbus mengabaikan peringatan radio berulang kali dari Vincennes untuk mengubah arah. Kurang dari satu jam sebelum penembakan jet penumpang, ia menambahkan, Vincennes terlibat dalam pertempuran senjata dengan tiga kapal perang Iran setelah helikopter dari Vincennes ditembakkan.
Presiden juga menjanjikan penyelidikan penuh tentang bagaimana pesawat penumpang bisa keliru dengan jet tempur, yang dua pertiganya lebih kecil. Kapal perang AS telah mengawal tanker Kuwait masuk dan keluar dari Teluk Persia sejak Juli tahun 1988. Hal itu adalah sebagai bagian dari upaya kontroversialnya untuk menjaga Selat Hormuz terbuka selama Perang Iran-Irak yang berlangsung delapan tahun.
Pejabat Pentagon mengakui pada saat itu peningkatan kehadiran militer AS akan berisiko memicu konfrontasi dengan Iran. Mei lalunya, patroli fregat USS Stark hampir ditenggelamkan oleh seorang pengebom tempur Irak, menewaskan 37 pelaut. Kewaspadaan diperketat setelah insiden itu.