Selasa 02 Jul 2019 20:30 WIB

Prancis Peringatkan Iran Soal Peningkatan Uranium

Iran memproduksi uranium melebihi kesepakatan nuklir JCPOA 2015.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
    Fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr di Iran.
Foto: Sot Akbar/ISNA/AP
Fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron memberikan peringatan kepada Iran agar tidak melakukan langkah-langkah lebih lanjut yang dapat menghambat Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015. Prancis, Inggris, dan Jerman berupaya menyelamatkan kesepakatan itu sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mundur dari perjanjian tersebut pada tahun lalu dan menjatuhkan sanksi hukuman terhadap Iran.

Iran mengumumkan telah mengumpulkan lebih banyak uranium level rendah dari yang diizinkan berdasarkan JCPOA. Prancis telah berhati-hati untuk merespons tindakan Iran tersebut. 

Baca Juga

"Kami meminta Iran untuk menunda kelebihan (peningkatan pengayaan uranium), dan menghindari semua tindakan tambahan yang akan mempertanyakan komitmen nuklirnya," ujar Macron dalam sebuah pernyataan, Selasa (2/7).

Langkah itu merupakan ujian diplomasi Eropa setelah para pejabat Prancis, Inggris, dan Jerman telah menjanjikan tanggapan diplomatik, jika Iran secara fundamental melanggar kesepakatan. Orang-orang Eropa, yang menentang keputusan tahun lalu untuk meninggalkan perjanjian telah meminta Iran untuk tetap dalam parameternya. Menurut ketentuan, jika ada pihak yang meyakini Iran telah melanggar perjanjian maka dapat memicu proses penyelesaian sengketa di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Pernyataan kepresidenan Prancis mengatakan, Macron akan mengambil langkah-langkah dalam beberapa hari mendatang untuk memastikan Iran memenuhi kewajibannya, dan mendapatkan keuntungan ekonomi dari kesepakatan itu. Eropa sedang berupaya membangun sistem mekanisme barter perdagangan dengan Iran. 

Mekanisme tersebut dilakukan agar Iran bisa memenuhi kebutuhan ekonominya di tengah sanksi AS. Adapun AS telah secara efektif memerintahkan semua negara menghentikan pembelian minyak Iran. Hal itu disebut Iran sebagai perang ekonomi yang dirancang untuk membuat penduduknya kelaparan.

Kantor berita semi-resmi Iran Fars melaporkan, cadangan uranium yang diperkaya negara itu kini telah melewati batas 300 kilogram, yang diizinkan berdasarkan kesepakatan. Badan pengawas nuklir AS, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memantau program nuklir Iran berdasarkan kesepakatan itu. IAEA mengonfirmasi di Wina, Iran telah melanggar batas tersebut.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan negaranya ingin mempertahankan pakta, karena mereka tidak ingin Iran memiliki senjata nuklir. Tetapi jika Iran melanggar kesepakatan itu maka mereka juga akan keluar dari sana.

Iran telah mengatakan bertujuan mempertahankan perjanjian itu, tetapi tidak dapat mematuhi ketentuan-ketentuannya untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Itu dilakukan selama sanksi yang diberlakukan telah merampasnya dari manfaat yang seharusnya diterima, sebagai imbalan atas penerimaan pembatasan pada program nuklirnya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement