Kamis 04 Jul 2019 15:36 WIB

Pemerintahan Trump Dinilai Pojokkan Iran

AS memaksa Iran menegosiasikan kesepakatan nuklir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Foto: AP
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pengamat Iran dari International Crisis Group Ali Vaez menilai pemerintahan Donald Trump mendorong pusat politik Iran ke kanan. Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani yang moderat dalam pemerintahan teokratik Iran semakin meningkatkan nadanya ke Barat. 

"Pemerintahan Trump mendorong pusat politik Iran ke kanan di tengah jurang keterpurukan rakyat Iran dan seluruh kawasan," kata Ali Vaez, Kamis (4/7). 

Baca Juga

Rouhani mengatakan Iran akan meningkatkan pengayaan uraniumnya setelah 7 Juli ke level apa pun yang diperlukan di luar batas yang ditetapkan dalam perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Ia menentang upaya AS untuk memaksa Iran menegosiasikan perjanjian tersebut. 

"Rouhani jelas berada diujung talinya dan tidak memiliki pilihan selain memberikan lampu hijau pada ketegangan yang lebih lanjut," kata Ali Vaez. 

Rouhani mengatakan pengayaan uranium Iran tidak akan lagi ditahan sampai 3,67 persen. Mereka akan mengesampingkan JCPOA dan memproduksi uranium yang dikayakan sesuai dengan kebutuhan. 

Pekan ini Iran telah mengumumkan menimbun uranium yang diperkaya lebih dari yang diizinkan JCPOA, langkah yang mendorong Trump untuk memperingatkan Iran untuk tidak 'bermain dengan api'.

Namun, pernyataan Rouhani walaupun tampaknya keras tapi masih menunjukkan diplomasi dimenit-menit terakhir masih dimungkinkan. Ia mendesak AS dan Eropa untuk kembali logis dan bersedia bernegosiasi. 

"Nasihat kami ke Eropa dan Amerika Serikat adalah kembali ke logika dan ke meja perundingan, kembali untuk memahami, untuk menghargai hukum dan resolusi Dewan Keamanan PBB, dibawah prasyarat itu, kami semua dapat mematuhi kesepakatan nuklir," kata Rouhani. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement