REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengucapkan terima kasih kepada Syekh Tamim bin Hamad Al Thani dari Qatar dalam sebuah panggilan telepon. Biden berterima kasih kepada emir Qatar atas bantuannya dalam memediasi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Iran.
Kantor emir Qatar mengatakan, Biden berbicara positif tentang upaya aktif dan konstruktif Doha dalam politik global. “Dalam panggilan tersebut, hubungan strategis antara kedua negara dan aspek-aspek yang mendukung dan memperkuat mereka di berbagai bidang ditinjau,” kata Amiri Diwan, atau kantor emir dalam sebuah pernyataan.
Percakapan melalui telepon tersebut terjadi beberapa hari setelah Iran dan AS menukar lima tahanan yang ditahan di negara masing-masing. Ini merupakan bagian dari kesepakatan yang juga mencakup pencairan dana Iran sebesar 6 miliar dolar AS. Kesepakatan itu dicapai di tengah ketegangan antara AS dan Iran, setelah Washington secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir pada 2018.
Lima warga AS yang sebelumnya ditahan di Iran diterbangkan ke Ibu Kota Qatar, Doha pada 18 September. AS juga membebaskan lima tahanan Iran.
Gedung Putih mengatakan, Biden dan emir Qatar membahas komitmen untuk memperdalam kerja sama pertahanan dan keamanan di kawasan. Tahun lalu, Biden menunjuk Qatar sebagai sekutu utama Amerika Serikat non-NATO. Penunjukan ini diberikan oleh AS kepada sekutu dekat non-NATO yang mempunyai hubungan kerja strategis dengan militer AS.
Qatar baru-baru ini mengadakan pertemuan bilateral terpisah dengan Amerika Serikat dan Iran. Pertemuan tersebut membahas program nuklir Iran dan kekhawatiran Amerika mengenai pengiriman drone Iran ke Rusia.
Biden mengatakan, perjanjian pertukaran tahanan tersebut telah mengakhiri penderitaan, dan ketidakpastian selama bertahun-tahun bagi mereka yang ditahan. Kendati ada kesepakatan pertukaran tahanan, hubungan antara Washington dan Teheran masih sangat tegang.
Beberapa putaran perundingan tidak langsung telah gagal untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir sebelumnya, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Dalam Perjanjian itu, Iran menerima pembatasan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi AS.
Peristiwa lain yang berkontribusi terhadap memburuknya hubungan Iran dengan Washington, antara lain tindakan keras Iran terhadap pengunjuk rasa, dugaan penjualan drone ke Rusia untuk mendukung perang di Ukraina, dan penyitaan kapal tanker minyak di Selat Hormuz.
Pertukaran tahanan ini juga menimbulkan kontroversi secara politik di AS. Anggota parlemen yang lebih agresif di Kongres mengecam pertukaran tersebut sebagai sebuah konsesi kepada Iran.