REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan penangguhan parlemen merupakan kejadian tahunan, Kamis (29/8). Hal ini ia sampaikan saat tiba di Helsinki untuk melakukan pembicaraan dengan rekan-rekannya di Uni Eropa (UE).
"Itu terjadi setiap tahun," kata Wallace kepada wartawan ketika ditanya tentang langkah kontroversial pemerintah, Rabu (28/8).
Langkah ini memicu kemarahan diantara anggota parlemen oposisi. Itu juga menyebabkan melemahnya poundsterling karena dipandang meningkatkan risiko Brexit tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit.
Para menteri luar negeri UE dan menteri pertahanan bertemu membahas sejumlah masalah mulai dari perang hibrid hingga risiko iklim hingga ketegangan di Timur Tengah. Menteri Pertahanan Austria Thomas Starlinger juga ditanyakan terkait apakah Brexit akan membebani kemampuan pertahanan UE.
"Tentu saja akan ada konsekuensi tetapi (Brexit) juga telah mendorong dinamika untuk membuat Uni Eropa lebih mandiri di bidang ini," kata Starlinger kepada wartawan.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson meminta Ratu Elizabeth II menangguhkan parlemen sampai 14 Oktober beberapa pekan sebelum batas waktu Brexit. Dalam sebuah surat yang dikirim ke anggota parlemen pada Rabu, Johnson mengatakan dia meminta Ratu untuk menunda parlemen antara 9 September-14 Oktober.
Hal ini akan membuat anggota parlemen memiliki waktu terbatas untuk mengeluarkan undang-undang, yang akan mencegah Brexit tanpa kesepakatan. Partai-partai oposisi melanjutkan negosiasi untuk mengeluarkan undang-undang di parlemen guna mencegah Brexit tanpa kesepakatan.
Johnson telah menyatakan dia akan tetap mengeluarkan Inggris dari UE pada 31 Oktober. Meskipun ia yakin dalam menegosiasikan kesepakatan dengan Brussels, namun ia juga membuat persiapan untuk Brexit yang tanpa kesepakatan. Parlemen Inggris telah berulang kali menolak kesepakatan Brexit yang dibuat oleh Perdana Menteri sebelumnya, Theresa May.