Rabu 04 Sep 2019 13:27 WIB

Iran Ajukan Syarat untuk Kembali ke Perjanjian Nuklir

Iran meminta 15 miliar dolar AS dari penjualan minyak selama empat bulan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.
Foto: Mehdi Marizad/Fars News Agency via AP
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kantor berita Iran Fars melaporkan salah satu pejabat Negeri Seribu Mullah mengkonfirmasi Teheran hanya bersedia menjalankan komitmen kesepakatan nuklir 2015 dengan syarat. Iran hanya bersedia menjalankan kesepakatan itu jika dapat 15 miliar dolar AS dalam penjualan minyak selama empat bulan. 

"Kembalinya kami sepenuhnya mengimplementasikan perjanjian nuklir tunduk pada penerimaan 15 miliar dolar AS dalam jangka waktu empat bulan, jika tidak maka proses Iran mengurangi komitmennya akan terus berlanjut," kata Deputi Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi seperti dikutip Fars, Rabu (4/9). 

Baca Juga

Prancis menawarkan Iran pinjaman sebesar 15 miliar dolar sampai akhir tahun jika Teheran menjalankan kembali komitmen mereka dalam kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) itu. Kesepakatan itu dinilai dapat berjalan jika Amerika Serikat (AS) tidak menghalanginya. 

"Baik Eropa harus membeli minyak dari Iran atau memberi pinjaman yang dijamin dengan pendapat minyak Iran yang setara dengan penjualan minyak Iran, yang mana artinya pra penjualan minyak," kata Araqchi. 

Iran tidak dapat menjual minyaknya sejak AS menarik diri dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi kepada Negara Timur Tengah itu. Padahal, sektor perminyakan sangat penting bagi Iran. 

Araqchi mengatakan masih ada 'ketidaksepakatan serius dalam agenda' pertemuan antara Iran dan negara-negara yang tergabung dalam JCPOA. Kesepakatan yang dibentuk pada masa pemerintahan Barack Obama itu ditandatangani oleh Iran, Inggris, Prancis, Rusia, Cina, AS, Uni Eropa, dan Jerman. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement