Kamis 12 Sep 2019 18:50 WIB

BJ Habibie: Helmut Schmidt Guru Intelektual Saya

Tokoh besar Jerman Helmut Schmidt meninggal dunia pada 2015

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
DW/A. Purwaningsih
DW/A. Purwaningsih

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, meninggal pada usia 83 tahun hari Rabu (11/09) pukul 18.02 WIB di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, setelah menjalani perawatan intensif sejak 1 September 2019.

Ketika Tokoh Besar Jerman Helmut Schmidt meninggal dunia akhir 2015, Habibie, dalam ucapan belasungkawanya yang dikutip media-media di Jerman, mengatakan, tanpa persahabatannya dengan tokoh besar Sosial Demokrat Jerman itu, mungkin tidak ada demokrasi model barat di Indonesia, sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar dunia. Habibie memang dekat dengan para pemimpin Jerman, Helmut Schmidt dan penggantinya Helmut Kohl.

Naik ke tampuk kekuasaan setelah "mentor"nya Suharto terpaksa mengundurkan diri bulan Mei 1998, Habibie menjadi Presiden Indonesia yang ketiga. Pergantian kekuasaan yang pertama kali di Indonesia setelah lebih 30 tahun digunakan Habibie, yang punya latar belakang pendidikan dan karier di Jerman, untuk memasang beberapa fundamen penting demokrasi, terutama UU Kebebasan Pers dan UU Pemilu yang baru.

Maka Indonesia pun bisa melangsungkan pemilihan umum demokratis untuk pertama kalinya sejak puluhan tahun pada 1999, diikuti oleh 49 partai politik, termasuk PRD, yang sebelumnya dikejar-kejar dan para aktivisnya dipenjarakan karena berhaluan kiri.

Belajar dari Helmut Schmidt

Habibie mengatakan, Helmut Schmidt adalah negarawan besar yang sering menasihatinya dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Helmut Schmidt "bapak intelektual saya. Darinya saya belajar, bagaimana menyelesaikan masalah politik dan pada saat yang sama tetap realistis. Setiap saat saya bisa menelpon dia," kata Habibie kepada media Jerman, usai menghadiri upacara penghormatan mantan pemimpin Jerman itu di Hamburg, November 2015.

"Proses demokratisasi di Indonesia adalah juga berkat Helmut Schmidt," tuturnya. "Sejarah Indonesia mungkin berjalan lain, tanpa (nasihat-nasihat) dia, yang menanamkan nilai-nilai politik dan demokrasi padaku. Saya bukan ilmuwan politik. Dari dia saya belajar tentang budaya politik di Jerman."

"Dia bertanya pada saya, apakah saya percaya Tuhan. Dan dia paham dan menerimanya, sekalipun dia sendiri bukan orang yang relijius", kata Habibie tentang Helmut Schmidt.

Kedekatan Habibie dengan Jerman memang bukan rahasia. Dia bahkan pernah dituding memiliki kewarganegaraan Jerman. Yang benar adalah, dia dianugerahi gelar Warga Kehormatan oleh pemerintah Jerman.

Tahun 1960an, Habibie turut mengembangkan beberapa tipe pesawat Jerman, di antaranya Hansajet HFB 320, dan meniti karir dengan cepat di perusahaan dirgantara MBB, cikal bakal raksasa digantara Eropa, Airbus. Habibie kemudian dipanggil Suharto kembali ke Indonesia untuk menangani bidang riset dan teknologi. Kedekatannya dengan pemimpin otoriter itu membuat dia sering jadi sasaran kritik kalangan pro-demokrasi.

Habibie sempat bercerita tentang impian besar dia dengan "guru intelektual"nya Helmut Schmidt. "Kami ingin membangun jembatan antara Eropa dan Asia Tenggara. Itulah impian kami, dan kami bekerja untuk itu."

Kini Bacharuddin "Rudy" Jusuf Habibie telah pergi menyongsong istri terkasih, Ainun. Sang pembangun jembatan dan pembuka pintu demokratisasi terasa meninggalkan kekosongan, di tengah kebisingan riuh rendah panggung politik Indonesia. (vlz)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement