Kamis 12 Sep 2019 08:23 WIB

Menteri Lingkungan Jepang Ingin Tutup Reaktor Nuklir

Penutupan reaktor nuklir untuk menghindari bencana nuklir Fukushima.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Reaktor Nuklir di Fukushima, Jepang
Foto: AP
Reaktor Nuklir di Fukushima, Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menteri Lingkungan Jepang yang baru Shinjiro Koizumi ingin negaranya menutup rektor nuklir. Menurutnya hal itu perlu dilakukan untuk menghindari bencana nuklir Fukushima seperti pada 2011.

Koizumi, putra mantan perdana menteri Junichiro Kouzimi menyebut dirinya sebagai pendukung advokasi anti-nuklir. Pernyataan itu tampaknya akan menjadi kontroversial. Sebab, partai berkuasa Liberal Democratic Party mendukung penggunaan kembali tenaga nuklir dengan peraturan keamanan yang baru. Peraturan itu dibuat setelah bencana Fukushima.

Baca Juga

"Saya akan mempelajari bagaimana kami dapat menyingkirkannya, tidak bagaimana kami mempertahankannya," kata Shinjiro Koizumi dalam konferensi pers pertamanya setelah ditunjuk Perdana Menteri Shinzo Abe, Kamis (12/9).

Reaktor nuklir di Jepang diawasi kementerian Koizumi. Pada Maret 2011, tiga reaktor nuklir di stasiun Fukushima Daiichi yang dikelola Tokyo Electric Power mencair setelah diguncang gempa besar dan tsunami yang memuntahkan radiasi yang memaksa 160 ribu orang melarikan diri. Sebagian besar dari mereka tidak pernah kembali.

Sebelum bencana itu terjadi, reaktor nuklir Jepang memasok 30 persen kebutuhan listrik Negara Sakura. Sebagian besar reaktor nuklir Jepang akan menjalani proses perizinan ulang dengan standar keamanan yang baru.

Standar itu diberlakukan setelah bencana Fukushima dinilai terjadi karena kegagalan operasi dan peraturan. Saat ini Jepang memiliki enam reaktor nuklir pecahan dari 54 unit sebelum Fukushima.

Sekitar 40 persen armada pra-Fukushima sedang dinonaktifkan. Ayah Shinjiro Koizumi adalah mantan perdana menteri yang populer dan kini sudah pensiun dari parlemen. Ia kritikus tajam energi atom setelah krisis nuklir Fukushima. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement