Selasa 22 Oct 2019 19:13 WIB

Uni Eropa Belum Putuskan Perpanjangan Brexit

Uni Eropa tidak ingin Brexit tanpa kesepakatan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.
Foto: AP Photo/ Kirsty Wigglesworth
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, STRASBOURG -- Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan sedang mendiskusikan permintaan Inggris untuk batas waktu Brexit dengan para pemimpin 27 negara, Selasa (22/10). Diskusi dengan anggota itu akan menentukan  keputusan dalam beberapa hari mendatang.

"Kita harus siap untuk setiap skenario, tetapi satu hal harus jelas, seperti yang saya katakan kepada Perdana Menteri Johnson pada Sabtu, Brexit yang tidak sepakat tidak akan pernah menjadi keputusan kita," ujar Tusk kepada Parlemen Eropa di Strasbourg.

Baca Juga

Tusk telah mengonfirmasi Uni Eropa (UE) akan memberikan penundaan Brexit setelah 31 Oktober tergantung pada perkembangan di Westminster. "Situasinya cukup kompleks setelah peristiwa selama akhir pekan di Inggris dan permintaan Inggris untuk perpanjangan proses pasal 50," kata Tusk.

Laporan The Guardian menyatakan, Tusk berkonsultasi dengan para pemimpin tentang bagaimana bereaksi dan akan memutuskan dalam beberapa hari mendatang. Jelas hasil konsultasi ini akan sangat tergantung pada apa yang diputuskan atau tidak diputuskan oleh parlemen Inggris.

Johnson mengirim surat yang meminta perpanjangan keanggotaan Inggris melebihi tenggat waktu pada 31 Oktober. Keputusan ini setelah majelis Inggris mengatakan akan menahan persetujuan kesepakatan sampai semua undang-undang terkait disahkan. Langkah itu memicu Benn Act di mana perdana menteri harus mencari perpanjangan hingga 31 Januari, kecuali kesepakatan telah disetujui pada penutupan hari Sabtu.

"(Kesepakatan) didasarkan pada kesepakatan yang kami sepakati dengan pemerintah sebelumnya. Perubahan menyangkut protokol pada Irlandia dan Irlandia Utara yang sebelumnya dikenal sebagai backstop," kata Tusk.

Tusk mengatakan kesepakatan itu tercapai karena penerimaan Johnson atas perbatasan yang ditarik di Laut Irlandia antara Irlandia Utara dan seluruh Inggris. Kelonggaran ini yang membuat kehilangan dukungan pemerintah dari partai Unionis Demokrat.

Presiden komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan, UE telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menemukan kompromi. Dia menggambarkan, proses ini sebagai buang-buang waktu dan buang energi.

"Butuh banyak pekerjaan untuk sampai pada titik ini. Saya mendengarkan Perdana Menteri Johnson dengan cara yang sama seperti saya mendengarkan Perdana Menteri May," kata Juncker.

Parlemen Eropa tidak akan memberikan suara pada kesepakatan Brexit seperti yang direncanakan pada Kamis (24/10). Sesi luar biasa dari majelis paling lambat 31 Oktober jika Westminster melewati perjanjian penarikan melalui semua tahap legislatif baik di House of Commons dan House of Lords. Sidang selanjutnya akan diadakan pada 14 November.

"Kita sekarang perlu menonton di Westminster dengan sangat dekat, tetapi itu tidak mungkin, tidak dapat dibayangkan parlemen ini akan mengesahkan persetujuan tersebut sebelum Westminster akan meratifikasi perjanjian tersebut. Pertama London, lalu Brussels, dan Strasbourg," kata Juncker.

Pemimpin partai Rakyat Eropa, kelompok terbesar di parlemen Uni Eropa, Manfred Weber mengatakan, anggota parlemen tidak boleh terburu-buru memberikan dukungan untuk kesepakatan itu. "Tidak perlu terburu-buru," katanya merujuk pada teks hukum final harus diteliti dengan cermat oleh anggota parlemen ketika akhirnya disahkan di Westminster.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement