Selasa 17 Mar 2020 01:49 WIB

Pemimpin Oposisi Israel Diberi Mandat Bentuk Pemerintahan

Benny Gantz memiliki waktu 28 hari untuk membentuk pemerintahan Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pemimpin aliansi politik Blue and White Benny Gantz
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Pemimpin aliansi politik Blue and White Benny Gantz

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemimpin oposisi Israel Benny Gantz telah menerima mandat resmi dari Presiden Israel Reuven Rivlin untuk membentuk pemerintahan pada Senin (16/3). Hal itu dilakukan setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sempat mengklaim memenangkan pemilu yang digelar pada 2 Maret lalu.

Rivlin memberi Gantz waktu 28 hari untuk membentuk pemerintahan. Dia pun meminta Netanyahu bergabung di dalamnya. Gantz telah memperoleh dukungan mayoritas parlemen Israel (Knesset), yakni 61 dari 120 anggota untuk membangun pemerintahan baru.

Baca Juga

"Saya memberi kalian janji saya, saya akan melakukan semua yang saya mampu untuk menetapkan dalam beberapa hari pemerintah yang seluas dan sepatriotik mungkin," ujar pemimpin Blue and White Party tersebut.

Dia meminta para pesaingnya menyetujui pemerintahan bersatu. "Waktunya telah tiba untuk mengakhiri kata-kata kosong. Sudah waktunya mengesampingkan pedang kita dan menyatukan suku kita serta mengalahkan kebencian," ucapnya.

Namun, upaya Gantz tampaknya tak akan berjalan mulus. Joint List of Arab, yakni gabungan partai-partai Arab Israel, dan partai Yisrael Beiteinu yang dipimpin mantan menteri pertahanan Avigdor Lieberman belum sepenuhnya mendukung Gantz.

Netanyahu dan Lieberman bahkan telah mengusulkan agar dibentuk "pemerintahan darurat nasional", kombinasi antara partai Blue and White dan Likud, guna menghadapi wabah virus corona atau Covid-19 yang tengah melanda negara tersebut.

Dalam kurun setahun terakhir, Israel telah menggelar tiga kali pemilu. Pemilu pertama dihelat pada April 2019 dan Likud Party pimpinan Netanyahu keluar sebagai pemenang.  Hasil itu menjamin Netanyahu untuk meneruskan jabatannya sebagai perdana menteri.

Namun, Netanyahu gagal membentuk kabinet sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. Karena khawatir jabatan perdana menteri diambil oposisi, dia memutuskan membubarkan parlemen. Konsekuensinya, Israel harus menggelar pemilu ulang.

Pada September 2019, Israel kembali menggelar pemilu. Kali ini, tak ada pihak yang memperoleh suara mayoritas untuk membentuk pemerintahan. Likud Party mendapatkan 32 kursi di Knesset, sedangkan Blue and White Party, mengamankan 33 kursi. Untuk membentuk kabinet atau pemerintahan, sebuah partai di Israel minimal harus memiliki 61 kursi mayoritas di Knesset.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement