Selasa 27 Oct 2020 17:32 WIB

Sampai Kapan Perang Antara Turki Versus Kurdi Berlangsung?

Kurdi mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Suriah.

Kurdi mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Suriah. Pasukan Turki memasuki wilayah Manbij, Suriah, Ahad (14/10). Manbij merupakan wilayah Kurdi.
Foto:

Secara eksternal, Pemerintahan Erdogan berharap kehadiran pasukan Turki dan proksinya di zona aman yang kaya minyak, akan memberinya pengaruh lebih besar da lam ikut memilih orang-orang Suriah dukungannya untuk duduk di komite konstitusi, yang mana Turki akan mempertahankan ke hadirannya di wilayah Suriah sampai terbentuk negara yang independen, bersatu, dengan pemerintahan yang memiliki legi timasi.

Hal ini hanya mungkin terjadi bila semua pihak yang terlibat dalam konflik Suriah patuh pada Resolusi PBB Nomor 2254, yang menyerukan transisi politik pimpinan Suriah yang dapat menyusun konstitusi dan menyelenggarakan pemilu di bawah pengawasan PBB.

Setelah membebaskan wilayah yang menjadi targetnya, Turki akan menempatkan proksinya, yaitu Tentara Pembebasan Nasional (NLA), di zona aman. Ankara hanya akan membantu logistik dan data intelijen. Kalau demikian, ada kemungkinan memunculkan skenario berikut. YPG yang beraliansi dengan pasukan rezim Suriah akan berhadap-hadapan dengan NLA. Perang rezim Suriah-YPG melawan NLA-Turki akan terus berlangsung sampai salah satu pihak dikalahkan.

Hal mengejutkan, sekutu Turki di NATO meninggalkannya dengan menerapkan stan dar ganda kendati menetapkan PKK sebagai organisasi teroris, Jerman, Prancis, Inggris, Spanyol, dan Italia, mengecam invasi Turki ke Suriah. 

Alasannya, serbuan itu menciptakan instabilitas dan ancaman keamanan ka wasan. ISIS diduga akan muncul kembali. Du gaan ini seperti mendapat pembenaran ketika dilaporkan pada 20 Oktober, sekitar 900 personel ISIS melarikan diri dari penjara yang dijaga YPG.

photo
Militan Kurdi yang terus berupaya melawan militer Turki. - (Rand.org)

Untuk menekan Turki menghentikan serbuannya, mereka menjatuhkan sanksi embargo senjata. Padahal, negara-negara yang sama memasok senjata pada negara-negara yang terlibat dalam perang Yaman yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil.

Uni Eropa memiliki kebijakan ekspor senjata, posisi bersama tentang kontrol eks por senjata 2008, yang menetapkan kriteria bahwa negara-negara anggota harus mempertimbangkan lisensi ekspor potensial. Termasuk, menghormati hak-hak asasi manusia dan hukum humanitarian internasional di negara tujuan ekspor.

Ketika ahli PBB menyimpulkan, negara-negara yang terlibat perang melanggar HAM internasional dan hukum humanitarian di Yaman, seharusnya anggota UE menghentikan ekspor senjata ke negara yang terlibat. Faktanya, mereka tidak melakukannya. 

Hal inilah yang menyebabkan Erdogan mengabaikan sikap munafik UE meskipun kemungkinan Turki menghadapi perang yang tidak mudah di Suriah. Memang dari perspektif keamanan Turki, kehadiran YPG di sepanjang perbatasannya akan mengancam keamanannya.

YPG akan bahu-membahu dengan PKK untuk melancarkan serangan di kota-kota Turki. Apalagi rezim Suriah sejak Presiden Hafez al-Assad, ayah Presiden Bashar al- Assad, dikenal pendukung PKK dengan membiarkan Abdullah Ocalan, pendiri PKK, bermarkas di Damaskus. 

Bergabungnya kembali YPG dengan rezim Assad tentu menimbulkan alarm bagi Turki. Tak heran Erdogan mengambil risiko berperang dengan YPG sampai sasaran Turki tercapai meskipun perang dapat berjalan relatif lama.

 

 

*Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement