Senin 01 Feb 2021 00:05 WIB

Dukungan untuk Politisi Tolak Jilbab di Prancis Menguat

Politisi yang dukung larangan jilbab di Prancis diprediksi bersaing ketat di Pilpres

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Kandidat presiden sayap kanan Prancis Marine Le Pen.
Foto:

Dalam jajak pendapat yang digelar Harris Interactive menunjukkan bila pemilu digelar hari ini, maka Le Pen akan mendapatkan 48 persen suara sementara Macron akan terpilih kembali dengan 52 persen suara.

"Jajak pendapat ini, menangkap momen, tapi menunjukkan gagasan saya menang itu kredibel, bahkan mungkin," kata Le Pen dalam konferensi pers.

Menurutnya, persaingan Macron dan Le Pen menjadi alarm bagi politik arus utama Prancis yang sedang mengalami krisis kesehatan publik dan ekonomi pandemi virus korona. "Ini angka tertinggi yang pernah Le Pen raih," kata pakar politik sayap-kanan Prancis, Jean-Yves Camus.

"Masih terlalu dini untuk menanggapi jajak pendapat begitu saja," tambah Camus.

Ia mengatakan Le Pen tidak hanya memanfaatkan rasa frustasi masyarakat terhadap penanggulangan pandemi virus corona saat Prancis memasuki karantina nasional yang ketiga. Tapi juga pembunuhan guru sekolah menengah pertama yang dilakukan seorang imigran muslim.

"Hal itu berdampak besar pada opini publik, dan di wilayah itu, Marine Le Pen mengambil kesempatan; partainya dikenal atas posisi mereka mengecam Islamisme," kata Camus.

Pembunuhan Samuel Paty memicu kesan buruk terhadap imigran muslim. Dalam merespon pembunuhan itu pemerintahan Macron menutup sejumlah organisasi Islam dan merancang undang-undang baru yang dinamakan 'undang-undang anti separatisme' yang akan membubarkan pendanaan organisasi Islam.

Diperkirakan Macron akan memusatkan isu lapangan kerja, pandemi, dan Islam di Prancis dalam kampanyenya. Bila terpilih kembali Macron presiden Prancis pertama sejak Jacques Chirac pada 2002 yang menjalani dua periode.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement