Senin 08 Feb 2021 12:14 WIB

Warga Uighur Khawatir Dijual Turki ke China demi Vaksin

China ratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Turki.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang petugas kesehatan menunjukkan botol vaksin Covid-19 Sinovac saat vaksinasi di Cam dan Rumah Sakit Kota Sakura di Istanbul, Turki, Kamis (14/1).
Foto:

Lebih dari satu juta orang Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya telah berada dalam penjara dan kamp penahanan. Cina mengeklaim penahanan itu sebagai tindakan anti-terorisme, tetapi Amerika Serikat telah menyatakan genosida.

"Saya takut dideportasi," kata Melike, istri Metseydi sambil menangis. Dia menolak memberikan nama belakangnya karena takut akan pembalasan. "Saya khawatir dengan kesehatan mental suami saya."

Kecurigaan terhadap kesepakatan muncul ketika pengiriman pertama vaksin Cina ditahan selama beberapa pekan pada Desember. Pejabat saat itu menyalahkan masalah izin.

Namun demikian, seorang legislator dari partai oposisi utama Turki Yildirim Kaya mengatakan, bahwa China hanya memberikan sepertiga dari 30 juta dosis yang dijanjikan pada akhir Januari.

Turki sangat bergantung pada vaksin Sinovac asal China untuk vaksinasi populasi dari virus yang telah menginfeksi sekitar 2,5 juta warganya.

"Penundaan seperti itu tidak normal. Kami telah membayar vaksin ini. Apakah China memeras Turki?," ujar Kaya.

Kaya mengatakan dia secara resmi bertanya kepada pemerintah Turki tentang tekanan dari China, namun belum mendapat tanggapan. Baik otoritas Turki dan China bersikeras bahwa RUU ekstradisi tidak dimaksudkan untuk menargetkan warga Uighur untuk dideportasi.

Media pemerintah China menyebut kekhawatiran seperti itu "tercoreng,". Sementara juru bicara kementerian luar negeri China Wang Wenbin menyangkal adanya hubungan antara vaksin dan perjanjian itu. "Saya pikir spekulasi Anda tidak berdasar," kata Wang pada konferensi pers Kamis lalu.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Desember juga mengatakan, bahwa penundaan vaksin tidak terkait dengan masalah orang Uighur. "Kami tidak menggunakan Uighur untuk tujuan politik, kami membela hak asasi mereka," kata Cavusoglu.

Namun, meskipun sangat sedikit yang benar-benar dideportasi untuk saat ini, penahanan baru-baru ini telah membuat merinding melalui komunitas Uighur Turki yang diperkirakan berjumlah 50 ribu orang.

Dalam beberapa pekan terakhir, duta besar Turki di Beijing memuji vaksin China. Menurutnya Ankara menghargai "kerja sama yudisial" dengan Cina. Pernyataan itu dianggap sebagai sebuah kode, banyak orang Uighur takut, untuk kemungkinan tindakan keras.

Sebelumnya, sejumlah kecil orang Uighur telah pergi ke Suriah untuk berlatih dengan militan. Tapi, kebanyakan orang Uighur di Turki menghindari karena khawatir menyakiti perjuangan Uighur.

Pengacara yang mewakili warga Uighur yang ditahan mengatakan, bahwa dalam banyak kasus, polisi Turki tidak memiliki bukti terkait dengan kelompok teror. Profesor hukum Ankara Ilyas Dogan yakin penahanan itu bermotif politik. "Mereka tidak memiliki bukti konkret," kata Dogan.

Dogan diketahui mewakili enam orang Uighur yang sekarang berada di pusat deportasi, termasuk Metseydi.

Bahkan jika RUU itu disahkan, Dogan meragukan akan ada deportasi massal, mengingat simpati publik yang luas untuk Uighur di Turki. Namun dia yakin kemungkinan individu dideportasi akan meningkat secara signifikan.

Karena ikatan budaya bersama, Turki telah lama menjadi tempat berlindung yang aman bagi orang Uighur, kelompok Turki yang berasal dari wilayah Xinjiang barat jauh di China. Presiden Turki Recep Erdogan mengecam perlakuan China terhadap Uighur sebagai "genosida" lebih dari satu dekade lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement