Rabu 10 Feb 2021 13:35 WIB

Ribuan Pengunjuk Rasa Kembali Penuhi Jalan-Jalan di Myanmar

Ribuan orang bergabung dalam demonstrasi di kota utama Yangon.

Red: Nur Aini
 Demonstran berkumpul menyerukan pembebasan Penasihat Negara Myanmar yang ditahan, Aung San Suu Kyi di Yangon, Myanmar Selasa, 9 Februari 2021.
Foto:

Di sisi lain, media pemerintah melaporkan cedera yang dialami polisi selama upaya mereka membubarkan pengunjuk rasa, yang dituduh melempar batu dan batu bata. Militer telah memberlakukan pembatasan pertemuan dan jam malam di kota-kota terbesar di negara itu.

Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk penggunaan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa, yang menuntut pembalikan kudeta dan pembebasan Suu Kyi serta para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan aktivisnya yang ditahan.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang meninjau bantuan ke Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi "konsekuensi yang signifikan".

"Kami mengulangi seruan kami kepada militer untuk melepaskan kekuasaan, memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, membebaskan mereka yang ditahan, dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan menahan diri dari kekerasan," kata juru bicara Ned Price di Washington.

PBB meminta pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak rakyat untuk melakukan protes secara damai.

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata perwakilan PBB di Myanmar Ola Almgren.

Unjuk rasa tersebut adalah yang terbesar di Myanmar dalam lebih dari satu dekade, menghidupkan kembali ingatan hampir setengah abad pemerintahan langsung militer dan gelombang pemberontakan berdarah sampai militer mulai melepaskan sebagian kekuasaan pada 2011.

Avinash Paliwal, dosen senior hubungan internasional di School of Oriental and African Studies di University of London, mengatakan Myanmar tidak akan kembali terisolasi seperti di masa lalu, karena China, India, ASEAN, dan Jepang tidak mungkin memutuskan hubungan dengan negara itu.

"Negara ini terlalu penting secara geo-strategis untuk memungkinkan itu (pemutusan hubungan) terjadi. AS dan negara-negara Barat lainnya akan memberikan sanksi, tetapi kudeta ini dan konsekuensinya akan menjadi cerita Asia, bukan cerita Barat," kata Paliwal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement