REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Eks kepala Bank Sentral Eropa Mario Draghi resmi menjabat perdana menteri di Italia setelah ia mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Sergio Mattarella, Sabtu (13/2) waktu setempat. Draghi diharapkan dapat menyatukan seluruh kalangan di Italia demi menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Hampir seluruh partai-partai besar di Italia mendukung penunjukan Draghi. Kabinet pemerintahan Draghi pun diisi oleh politisi dari berbagai kelompok politik serta para teknokrat yang mengisi jabatan penting seperti Kementerian Keuangan dan otoritas yang mengatur transisi ke energi bersih. Banyak orang yang menggantungkan harapan ke pundak Draghi.
Draghi, yang punya latar belakang sebagai ekonom, mengemban tugas cukup berat untuk memulihkan perekonomian di Italia yang terpuruk akibat pandemi.
Ia juga harus menyusun rencana bagaimana mengalokasikan dana lebih dari 200 miliar euro (sekitar Rp 3.353 triliun) yang diberikan oleh Uni Eropa untuk bangkit dari resesi.
Jika Draghi berhasil, maka ia turut memperkuat stabilitas di Eropa yang lama berusaha mengatasi krisis di Italia. Draghi, apabila berhasil, juga akan meyakinkan sekutu Italia di Utara yang skeptis terhadap Roma.
Kepercayaan itu dapat berujung pada bantuan dana ke negara-negara lebih miskin di selatan. Bantuan dana itu diyakini dapat memperkuat stabilitas di seluruh kawasan.
Namun, Draghi juga menghadapi tantangan besar. Italia jatuh dalam krisis terburuk sejak Perang Dunia Kedua. Ratusan orang terserang Covid-19 tiap harinya. Vaksinasi berjalan lambat. Namun, tidak banyak waktu yang dimiliki Draghi untuk mengatasi seluruh masalah di Italia.
Italia akan menggelar pemilihan umum dua tahun ke depan. Namun banyak pihak ragu Draghi mampu bertahan sebagai kepala koalisi.
Koalisi pemerintah saat ini terdiri dari partai-partai yang memiliki sikap keras terhadap isu-isu seperti imigrasi, hukum, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan.