Rabu 31 Mar 2021 02:00 WIB

Menanti Sikap Tegas ASEAN Atas Konflik di Myanmar

Peristiwa di Myanmar menjadi tantangan bagi ASEAN di tengah bayangan China

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Menanti Sikap Tegas ASEAN Atas Konflik di Myanmar

Yang pertama dalam sejarah ASEAN

"Ini adalah pernyataan yang cukup kuat, terutama mengingat pendekatan ASEAN yang biasanya 'tenang' dan tidak mengusik," kata Deasy Simandjuntak, pakar dari Iembaga riset SEAS-Yusof-Ishak-Institute di Singapura, kepada surat kabar Malaysia, The Straits Times.

Sejak didirikan pada tahun 1967, ASEAN telah mengupayakan diplomasi secara tertutup dan berdasarkan konsensus.

Dengan pendekatan ini, ASEAN berhasil, misalnya, meyakinkan Myanmar untuk menerima bantuan internasional pada tahun 2008 setelah bencana topan Nargis yang merenggut sekitar 100.000 nyawa korban.

ASEAN menerima Myanmar bergabung ke blok itu pada tahun 1997, meskipun ada tekanan internasional untuk tidak melakukannya.

Kritik publik terhadap Myanmar dan seruan untuk pertemuan puncak yang membahas tentang krisis politik domestik di negara anggota, baru pertama kali ini dilakukan ASEAN. Para jenderal militer Myanmar pasti tidak akan senang dengan kritik yang muncul dari beberapa negara anggota blok itu,karena para jenderal Thailand dibebaskan tanpa sanksi, setelah kudeta 2014.

Faktor lain yang memperumit dialog dengan para jenderal adalah bahwa sejauh ini negara-negara mayoritas muslim di ASEAN mengutuk kudeta dan tindakan keras di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Dan negara-negara ini telah mengkritik kebijakan Myanmar terhadap komunitas Rohingya.

Situasi ini dapat menyebabkan junta militer Myanmar melepaskan beberapa ‘pertemanan‘. Seperti yang dikatakan para jenderal sebelumnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa: "Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat ... Kami harus belajar berjalan hanya dengan [beberapa] teman."

Tidak ada keberhasilan tanpa persatuan

Jadi, pertanyaannya adalah, pertama, apakah mungkin menciptakan persatuan yang diperlukan di dalam ASEAN, sehingga para jenderal Myanmar tidak dapat menghindari dialog; dan kedua, apakah pendekatan konfrontatif, menurut standar ASEAN, akan menjadi lebih bisa berhasil dibandingkan diplomasi diam-diam yang biasa dilakukan di masa lalu. Kedua pertanyaan tersebut saling terkait.

Berkenaan dengan pertanyaan pertama, seorang diplomat ASEAN yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Asian Nikkei Review Jepang: ASEAN "seperti kubus Rubik yang rusak, di mana tidak mungkin untuk mendapatkan semua warna sejajar di satu sisi." (rzn/vlz)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement