Vikas Pandey, editor platform digital BBC di India, menggambarkan meliput pandemi sebagai fase tersulit dalam sejarah jurnalisme di India. Saat sedang meliput berita, dia mendapat telepon dari teman dan anggota keluarga untuk mencari tempat tidur, persediaan oksigen, dan obat-obatan. Hal itu membuat para jurnalis menderita secara psikologis.
“Kami telah melaporkan fase sulit di masa lalu, ledakan bom, serangan teror. Tapi ini adalah sesuatu di atas semuanya, fase yang sangat sulit,” kata Pandey, yang kehilangan sepupunya karena Covid-19.
Mahes Langa, yang melaporkan untuk harian nasional The Hindu, dari negara bagian Gujarat di India barat, mengatakan sangat tertekan karena mendapat telepon dari orang-orang yang meminta bantuan untuk mendapatkan akses untuk ventilator.
Dia mengatakan bahwa hanya dalam satu minggu, empat jurnalis senior tewas di negara bagian itu.
Langa mengeluhkan kebenaran data yang menjadi isu besar pada gelombang kedua. Dia mengatakan selama gelombang pertama yang melanda negara itu tahun lalu, pejabat dan otoritas rumah sakit datang dengan data dan rincian lainnya.
“Keterbukaan data sekarang menjadi masalah besar. Data resmi tidak mencerminkan situasi lapangan. Para pejabat juga tidak bisa dihubungi,” sebut dia.
Namun dia mengatakan bahwa media sosial telah datang untuk menyelamatkan jurnalis seperti dia.
“Dengan tidak adanya media sosial, kami akan berada dalam kegelapan. Kami mendapat arahan dari media sosial dan kemudian memverifikasinya sebelum mengubahnya menjadi berita,” kata Langa.
Tantangan unik dan serius