REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Petinggi surat kabar pro-demokrasi Apple Daily dan kepala perusahaan induknya dibawa ke gedung pengadilan pada Sabtu (19/6). Mereka menghadapi sidang pertama sejak penangkapan di bawah undang-undang keamanan nasional Hong Kong.
Pemimpin redaksi Ryan Law dan CEO Next Digital Cheung Kim-hung tiba dengan van putih tanpa tanda dengan jendela tertutup. Mereka telah didakwa dengan kolusi dengan negara asing untuk membahayakan keamanan nasional.
Sebanyak tiga orang lainnya, terdiri dari dua editor senior Apple Daily dan eksekutif lainnya ditangkap Kamis (17/6). Mereka belum didakwa dan dibebaskan dengan jaminan sehari berikutnya, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Surat kabar Hong Kong Apple Daily telah lama menjadi salah satu pembela kebebasan sipil yang paling vokal di kota. Mereka mendukung protes besar-besaran yang menuntut lebih banyak demokrasi pada 2019 dan telah mengkritik tindakan keras berikutnya, termasuk pemberlakuan undang-undang keamanan nasional tahun lalu.
Pemerintah pusat di Beijing telah membela undang-undang dan tindakan keras terhadap suara-suara oposisi. Upaya ini dinilai diperlukan untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas.
Sebelum petinggi Apple Daily, pendiri perusahan itu Jimmy Lai saat ini menjalani hukuman penjara 20 bulan. Dia dinyatakan bersalah memainkan peran dalam majelis yang tidak sah, seperti rapat umum dan pawai yang belum mendapat persetujuan polisi selama protes 2019. Dia juga didakwa berdasarkan undang-undang keamanan nasional.
Penangkapan terbaru menandai pertama kalinya jurnalis menjadi sasaran di bawah undang-undang baru. Ratusan polisi dan agen keamanan yang menggerebek kantor Apple Daily dan menyita 44 hard drive pada Kamis.
Pihak berwenang membekukan asetnya senilai 2,3 juta dolar. Polisi mengatakan penangkapan itu didasarkan pada lebih dari 30 artikel yang muncul di Apple Daily sejak undang-undang keamanan berlaku.
Undang-undang keamanan secara khusus mengkriminalisasi kolusi dengan negara, lembaga, organisasi, atau individu asing untuk menjatuhkan sanksi atau blokade terhadap Hong Kong atau China. Para kritikus mengatakan Beijing sedang mengingkari janjinya ketika penyerahan Hong Kong pada 1997 dari Inggris. Ketika itu perjanjian menyatakan kota itu dapat mempertahankan kebebasannya yang tidak terlihat di tempat lain di China selama 50 tahun.