REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menarik baterai antimisil Patriot dari empat negara Timur Tengah. Penarikan ini dilakukan ketika AS mengurangi jejak militernya di kawasan itu di tengah berkurangnya ketegangan dengan Iran.
Wall Street Journal melaporkan, Pentagon menarik sekitar delapan baterai antimisil Patriot dari Arab Saudi, Iran, Kuwait, dan Yordania. Pentagon juga menarik sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) dari Arab Saudi yang sebelumnya digunakan oleh pemerintahan mantan presiden Donald Trump. Penarikan baterai anti-rudal itu menandai kembalinya ke tingkat pertahanan yang lebih normal di wilayah Timur Tengah.
“Kami masih memiliki pangkalan di negara-negara mitra Teluk. Pangkalan itu tidak ditutup, masih ada kehadiran substansial, postur substansial di kawasan itu,” kata seorang pejabat senior pertahanan kepada Wall Street Journal.
AS mengerahkan baterai dan pasukan antimisil Patriot ke Arab Saudi setelah serangan pesawat tak berawak Iran menghantam fasilitas minyak Saudi. AS juga melakukan hal serupa ke Irak pada 2020 setelah serangan rudal dan roket terhadap pasukan AS oleh Iran dan milisi yang didukung Iran.
Militer AS mengakui lebih dari 109 tentara AS menderita gegar otak dan cedera otak lainnya dalam serangan rudal balistik Iran di pangkalan militer Ain al-Assad di Irak. Iran melancarkan serangan rudal balistik setelah AS melancarkan serangan udara yang menewaskan komandan tertinggi Iran Qassem Soleimani.
Pada Januari, Presiden Joe Biden telah berusaha untuk mengurangi ketegangan di Timur Tengah. Para diplomat AS telah terlibat dalam pembicaraan tidak langsung dengan Iran tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Diplomat AS dan Iran terlibat dalam perundingan putaran keenam di Wina awal bulan ini. Iran mempertimbangkan untuk bergabung kembali dengan perjanjian nuklir 2015, dengan syarat AS harus mencabut sanksi ekonomi.
Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran dan mengedepankan kampanye “tekanan maksimum” terhadap Iran. Menurut pejabat pemerintahan Biden, upaya Trump untuk menekan Iran telah gagal mencapai tujuan. Tekanan tersebut justru memiliki efek mempercepat pengembangan nuklir Iran.