Selasa 29 Jun 2021 22:02 WIB

Anak Palestina Merasa Ditinggalkan Komunitas Internasional

Anak-anak Palestina punya perasaan tidak berdaya dan putus asa tentang masa depannya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Serang anak mengibarkan Palestina berdiri di atas reruntuhan gedung Al Jalaa yang hancur oleh serangan udara Israel, Gaza, Jumat (21/5) waktu setempat.
Foto:

Mayoritas anak-anak yang diwawancarai menunjukkan tingkat kesusahan yang tinggi termasuk perasaan sedih, takut, depresi, dan cemas. Anak-anak sering mengalami mimpi buruk, merasa tidak ada tempat yang aman bagi mereka, dan ketakutan.

"Yang saya miliki hanyalah kenangan sedih. Saya masih merasa trauma dengan tentara dan anjing mereka yang menyerang dan melukai ayah saya (selama pembongkaran rumah warga Palestina di Tepi Barat),” ujar Ghassan (15 tahun). "Saya mendapat mimpi buruk tentang buldoser yang merobek setiap batu di rumah kami dan suara ledakan masih menghantui saya," ujarnya.

Sementara anak lainnya yaitu Faris (14 tahun) berkata, “Kami terus bergerak mencari tempat tinggal dan ketidakstabilan membuat saya gila. Saya merasa bahwa ke mana pun saya pergi, mereka akan datang untuk saya dan menghancurkan hidup saya."

Direktur Save the Children di wilayah Palestina yang diduduki, Jason Lee, mengatakan dampak psiko-sosial dari perusakan dan penghancuran rumah oleh Israel terhadal anak-anak sangat tidak terduga. Tiga dari lima anak menghadapi dampak pada pendidikan ketika rumah mereka dihancurkan.

"Mereka merasa sulit untuk melanjutkan sekolah sehingga peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan di kemudian hari sangat terbatas,” kata Lee.

Laporan tersebut juga menemukan tujuh dari 10 anak merasa terisolasi secara sosial dan tidak memiliki hubungan dengan komunitas mereka setelah rumah mereka dihancurkan. “Itu jumlah yang mengejutkan dari anak-anak yang tidak memiliki hubungan lagi dengan tanah mereka, dengan komunitas mereka,” kata Lee.

Lee menjelaskan penghancuran rumah-rumah warga Palestina yang terjadi selama beberapa dekade telah berdampak anak-anak. Hal ini telah mencuri masa depan mereka.

"Jika Anda memiliki anak yang merasa stres, memiliki perasaan depresi, kecemasan, kesedihan, tidak merasa aman, tidak terlibat dalam studi mereka, tidak terlibat dengan teman, dengan komunitas dan keluarga, masa depan apa yang kita ciptakan untuk seluruh generasi Palestina? Anak-anak?" kata Lee.

Menurut data Save the Children, sejak 1967 otoritas Israel telah menghancurkan 28 ribu rumah Palestina. Sekitar 6.000 anak dan keluarga mereka telah terkena dampak pembongkaran dalam 12 tahun terakhir.

Organisasi hak-hak anak mencatat bahwa menurut hukum internasional pembongkaran itu adalah ilegal. Israel harus melindungi hak-hak mereka yang hidup di bawah pendudukan, terutama anak-anak.

Organisasi hak anak telah mendesak pemerintah baru Israel untuk menghentikan pembongkaran rumah dan properti di wilayah Palestina yang diduduki. Mereka juga meminta pemerintahan baru Israel mencabut kebijakan yang berkontribusi pada lingkungan dan meningkatkan risiko pemindahan paksa warga Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement