Jumat 09 Jul 2021 08:37 WIB

Mahkamah Agung Setuju UU Sebut Israel Negara Bangsa Yahudi

Satu hakim MA yang menolak menilak UU itu sangat diskriminatif buat minoritas.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pemukim Israel mengelas Bintang Daud besar di pos terdepan kucing liar Eviatar dekat kota Nablus, Tepi Barat, Kamis, 1 Juli 2021.
Foto: AP/Oded Balilty
Seorang pemukim Israel mengelas Bintang Daud besar di pos terdepan kucing liar Eviatar dekat kota Nablus, Tepi Barat, Kamis, 1 Juli 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sebuah Undang-Undang (UU) kontroversial yang mendefinisikan Israel sebagai 'negara bangsa dari orang-orang Yahudi' didukung oleh Mahkamah Agung pada Kamis (8/7). Aturan ini pertama kali disahkan oleh parlemen pada 2018 dan langsung mendapatkan penolakan.

Sejumlah kelompok hak asasi Palestina dan organisasi masyarakat sipil mengajukan banding ke pengadilan untuk membatalkan UU tersebut. Penggugat mengatakan bahwa pengadilan menegakkan aturan yang mengecualikan kelompok mayoritas.

Baca Juga

"Terus bekerja secara internasional untuk mengekspos sifat diskriminatif dan rasis dari undang-undang ini," ujar kelompok tersebut.

Panel 11 hakim, konfigurasi pengadilan terbesar, mempertimbangkan kasus ini. Dalam keputusan 10-1, pengadilan mengatakan hak yang sama diberikan kepada semua warga negara, termasuk kelompok minoritas.

Para hakim juga mengatakan UU tersebut tidak mengurangi status bahasa Arab atau menghalangi peningkatan statusnya. Satu-satunya hakim pengadilan Palestina, George Karra, menyebut undang-undang itu diskriminatif.

.

UU tersebut disetujui oleh Knesset atau parlemen pada Juli 2018. Aturan tersebut mendefinisikan Israel sebagai negara-bangsa orang-orang Yahudi.  Dalam isinya menekankan pemenuhan hak penentuan nasib sendiri secara nasional di negara Israel adalah unik bagi orang Yahudi. Aturan tersebut juga menurunkan status bahasa Arab dari bahasa resmi negara menjadi bahasa dengan status khusus.

Para pendukung UU 2018 mengeklaim aturan itu hanya mengabadikan karakter Yahudi Israel yang ada. Kritikus mengatakan itu semakin menurunkan status minoritas Palestina-Israel, yang merupakan sekitar 20 persen dari populasi negara itu.

Warga Palestina Israel memiliki hak untuk memilih dan terwakili dengan baik dalam banyak profesi. Namun, kelompok ini tetap mengalami diskriminasi yang meluas di berbagai bidang seperti perumahan dan pasar kerja.

Menteri Kehakiman Gideon Saar, pemimpin partai nasionalis New Hope, menyambut baik keputusan Mahkamah Agung. Dia mengatakan, UU itu mendukung esensi dan karakter Israel sebagai negara bangsa dari orang-orang Yahudi. "Tidak melanggar hak-hak individu warga Israel mana pun," kata Saar dikutip dari Aljazirah.

Pakar hukum dan wakil presiden Institut Demokrasi Israel, Yuval Shany, mengatakan UU itu sebagian besar bersifat simbolis. Aturan ini memberikan latar belakang konstitusional bagi hakim untuk mempertimbangkan ketika menimbang kasus-kasus lain.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement