Ahad 29 Aug 2021 07:16 WIB

Khamenei: Sumber Krisis Afghanistan Adalah AS

Selama 20 tahun pendudukan, AS melakukan segala macam kekejaman.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andi Nur Aminah
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Foto: EPA-EFE/SUPREME LEADER OFFICE
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei, pada Sabtu (28/8) menyalahkan AS atas konflik yang saat ini terjadi di Afghanistan. Khamenei mengatakan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden tidak ada bedanya dengan mantan Presiden AS Donald Trump.

Dalam pertemuan pertama dengan kabinet baru di bawah pemerintahan Presiden Ebrahim Raeisi, Khamenei mengatakan, ada serigala pemangsa di balik layar kebijakan luar negeri AS. Menurut Khamenei, AS terkadang berubah menjadi rubah yang licik. "Sumber krisis Afghanistan adalah AS. Selama 20 tahun pendudukan, mereka melakukan segala macam kekejaman," kata Khamenei, dilansir Anadolu Agency, Ahad (29/8).

Baca Juga

Khamenei menyebut Afghanistan sebagai negara persaudaraan. Mereka memiliki bahasa, agama, dan budaya yang sama dengan Iran. Khamenei mengatakan, pendekatan Iran kepada pemerintahan Taliban yang saat ini berkuasa di Afghanistan, tergantung dengan sifat hubungan mereka dengan Teheran. "Kami mendukung bangsa Afghanistan. Pemerintah datang dan pergi, yang tersisa adalah bangsa Afghanistan," kata Khamenei.

Iran memiliki hubungan yang pasang surut dengan Taliban. Pada akhir 1990-an, Iran hampir berperang dengan kelompok militan Taliban, setelah 10 diplomat Iran tewas di kota utara Mazar Sharif, Afghanistan. Namun, Teheran telah meningkatkan kontaknya dengan Taliban dalam beberapa tahun terakhir. Terutama di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS serta munculnya kelompok ISIS di Afghanistan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemimpin Taliban mengunjungi Teheran untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat Iran. Belum lama ini, Teheran juga menjadi tuan rumah pembicaraan intra-Afghanistan. Iran menyerukan pemerintah Afghanistan yang inklusif, dengan partisipasi dari berbagai kelompok politik dan etnis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement