Sabtu 13 Nov 2021 14:46 WIB

Masih Bergulat dengan Covid-19, Kongo Hadapi Wabah Campak

Pada 2020, lebih dari 6.000 warga Kongo meninggal akibat campak.

Anak-anak Republik Demokratik Kongo berjalan saat mengungsi setelah Gunung Nyiragongo meletus pada 26 Mei 2021. Kongo kini kembali berhadapan dengan wabah campak.
Foto:

Kendala vaksinasi dunia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, risiko wabah campak tinggi. Pasalnya, lebih dari 22 juta bayi pada 2020 tidak mendapatkan dosis pertama vaksin selama pandemi Covid-19.

Laporan kasus campak memang turun lebih dari 80 persen pada tahun lalu dibandingkan 2019. Namun, semakin tingginya jumlah anak-anak yang tidak divaksin membuat mereka menjadi rentan.

Dilansir Reuters, Kamis (11/11), sekitar tiga juta lagi anak tidak diberi vaksin campak pada 2020. Jumlah itu merupakan peningkatan terbesar dalam dua dekade hingga akhirnya mengancam upaya global untuk membasmi penyakit virus yang sangat menular tersebut.

"Jumlah besar anak-anak yang tidak divaksin, wabah campak, temuan penyakit dan diagnostik yang dialihkan untuk mendukung penanganan Covid-19 merupakan faktor yang meningkatkan kemungkinan kematian akibat campak dan komplikasi serius pada anak-anak," kata Kepala Imuninsasi CDC Kevin Cain.

Rekor kasus campak

Jumlah anak yang menderita campak pada 2019 mencapai rekor yang tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Kabar ini diumumkan dalam data yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan CDC Amerika Serikat (AS) pada 2020.

Dalam sebuah penelitian, WHO dan CDC mengatakan, ada hampir 87 ribu kasus campak pada 2019, dengan jumlah kematian hingga 207.500. Angka ini menunjukkan peningkatan hingga 50 persen sejak 2016.

Salah satu dugaan penyebab peningkatan ini adalah penurunan vaksinasi yang signifikan. Anak-anak harus menerima dua dosis vaksin campak untuk mengindari penyakit yang sangat menular ini.

"Data menujukkan secara jelas bahwa kami gagal melindungi anak-anak dari campak di setiap wilayah di dunia," usar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan.

sumber : Antara, Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement