Senin 15 Nov 2021 08:49 WIB

Warga Palestina Dianiaya Pemukim, Pasukan Israel Hanya Diam

Pasukan Israel tak mengintervensi untuk setop serangan terhadap rakyat Palestina.

Rep: Dwina Agustin/Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pria Palestina membawa seorang anak laki-laki menjauh dari tabung gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel selama protes terhadap pos terdepan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eviatar yang dengan cepat didirikan bulan sebelumnya, di desa Palestina Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 25 Juni 2021.
Foto:

Israel yang telah menduduki Tepi Barat sejak 1967, menolak klaim bahwa perlakuannya terhadap Palestina sama dengan apartheid. Beberapa bulan terakhir telah terjadi peningkatan tajam dalam kekerasan yang dilakukan oleh pemukim di Tepi Barat terhadap warga Palestina, termasuk terhadap petani yang memanen pohon zaitun mereka.

"Jelas ada peningkatan serangan," ujar Ghassan Daghlas, yang memantau kekerasan pemukim di Tepi Barat utara, pada bulan lalu. Dia melihat kekerasan itu sebagai direncanakan dan tidak spontan.

Juru bicara B'Tselem Dror Sadot mengatakan kelompok itu tidak menghubungi pasukan keamanan untuk mengomentari laporan tersebut. "Kami mengerti mereka tidak melakukan apa-apa tentang tuduhan kami," katanya.

Kelompok tersebut menyoroti lima contoh di berbagai bagian Tepi Barat yang melihat para pemukim dengan kejam mengambil alih lebih dari 2.800 hektar tanah. Ini mengutip kasus Ladang Ma'on, yang didirikan secara ilegal di Tepi Barat selatan tetapi bersama dengan sebuah pemukiman liar sekarang menguasai sekitar 264 hektar, termasuk jalan dan padang rumput yang digunakan oleh penduduk Palestina di daerah itu.

Seperti dikutip dari Aljazirah, seorang pengembala dari komunitas Palestina Al-Tuwani,  Jummah Ribii , mengatakan kepada B'Tselem bahwa serangan oleh pemukim mendorongnya menjauh dari pertanian yang menghidupi keluarganya. Dia mengatakan pemukim menyerangnya dengan parah pada 2018.

"Mereka mematahkan kaki saya, dan saya harus menghabiskan dua minggu di rumah sakit dan melanjutkan perawatan di rumah," kata B'Tselem mengutipnya.

Ratusan ribu orang Israel telah pindah ke permukiman Tepi Barat yang dianggap ilegal menurut hukum internasional. Beberapa pemukim liar, termasuk Ladang Ma'on, juga ilegal menurut hukum Israel. Namun, pemerintah lambat atau tidak mau mengevakuasi mereka.

Menjadi korban

Salah satu korban dari serangan pemukim Israel adalah Musleh Badawi.  Dalam waktu kurang dari 10 hari, Badawi (71) dan keluarganya, diserang tiga kali secara terpisah oleh para pemukim saat bekerja dan memetik buah zaitun di tanah mereka. Musim panen tahun ini yang berlangsung antara Oktober dan November, menjadi yang paling sulit bagi keluarga Badawi dan penduduk Palestina lainnya.

"Kami sedang mempersiapkan musim panen zaitun seolah-olah itu adalah perayaan besar. Tetapi peristiwa hari ini memberikan bayangan gelap pada kesempatan itu, karena serangan pemukim. Jika itu tidak cukup, kami juga dicegah untuk mencapai ladang kami oleh tentara Israel," ujar Musleh Badawi kepada Middle East Eye dikutip Jumat (12/11).

Panen zaitun adalah penyelamat bagi sekitar 80 ribu-100 ribu keluarga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Badawi menyebutkan, pelaku serangan pertama pada 29 Oktober, berasal dari pemukiman Esh Kodesh yang berdekatan.

Mereka datang ke tanah petani dan mencuri peralatan panen. Bahkan, empat karung besar yang diperkirakan berisi zaitun senilai 5.000 shekel atau setara 1.600 dolar Amerika Serikat pun telah dicuri.

"Kami memberi tahu polisi Israel dan Kantor Koordinasi dan Penghubung Israel, tetapi mereka mengabaikan keluhan kami ketika mereka mengkonfirmasi bahwa para pemukim adalah pelaku pencurian," kata Badawi.

Badawi adalah ayah dari delapan anak dan kakek dari 18 cucu. Keluarganya bergantung pada pohon zaitun sebagai sumber pendapatan utama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement