REPUBLIKA.CO.ID, MOSCOW - Pada 30 November 1939, pasukan Rusia (Red Army) mulai meledakkan bom di wilayah Finlandia. Sekurangnya 465 ribu anggota Red Army dan 1.000 pesawat melintasi perbatasan Soviet-Finlandia.
Seperti dilansir laman History pada Selasa (30/11), Helsinki pun dibom. Sebanyak 61 orang Finlandia tewas dalam serangan udara kala itu. Hal ini kemudian memicu perang yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Perang tersebut kini dikenang dengan sebutan Perang Musim Dingin karena terjadi saat musim dingin.
Serangan Rusia justru menguatkan Finlandia untuk melakukan perlawanan, bukan menyerah. Kekuatan luar biasa yang disusun melawan Finlandia meyakinkan sebagian besar negara Barat, serta Soviet sendiri, bahwa invasi ke Finlandia akan menjadi hal yang mudah. Tentara Soviet bahkan mengenakan seragam musim panas, meskipun awal musim dingin Skandinavia.
Itu diasumsikan bahwa tidak ada aktivitas di luar ruangan, seperti pertempuran, yang akan terjadi. Namun penyerbuan Helsinki telah menimbulkan banyak korban. Banyak foto, termasuk foto ibu-ibu yang menggendong bayi yang meninggal, dan gadis-gadis yang lumpuh akibat pengeboman.
Foto-foto itu digantung di mana-mana untuk memacu perlawanan Finn. Meskipun perlawanan itu hanya terdiri dari sejumlah kecil tentara terlatih yang bertempur di hutan, dan para partisan yang melemparkan bom molotov ke menara tank Soviet, penolakan untuk tunduk menjadi berita utama di seluruh dunia.
Presiden Roosevelt dengan cepat memberikan 10 juta dolar AS kredit ke Finlandia, sementara juga mencatat bahwa Finlandia adalah satu-satunya negara yang membayar kembali utang perang Perang Dunia I mereka ke Amerika Serikat secara penuh. Namun pada saat Soviet memiliki kesempatan untuk berkumpul kembali, dan mengirim bala bantuan besar-besaran, perlawanan Finlandia habis. Pada Maret 1940, negosiasi dengan Soviet dimulai, dan Finlandia segera kehilangan Tanah Genting Karelia, jembatan darat yang memberi akses ke Leningrad yang ingin dikuasai Soviet.