Jumat 07 Jan 2022 21:32 WIB

Revolusi Jas Putih Myanmar, Saat Dokter dan Pekerja Medis Melawan Militer

Dokter dan pekerja medis berupaya membantu rakyat sambil menentang militer Myanmar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Mahasiswa Universitas Kedokteran memprotes dengan mengadakan brunch di Eugenia yang diyakini pemberontakan akan berhasil, pada saat aksi protes anti kudeta di Mandalay, Myanmar, Minggu, 21 Februari 2021. Polisi di Myanmar menembak mati beberapa pengunjuk rasa anti-kudeta dan melukai beberapa lainnya pada hari Sabtu, karena pasukan keamanan meningkatkan tekanan pada pemberontakan rakyat melawan pengambilalihan militer.
Foto:

Melawan Pandemi

Sangat bergantung pada telemedicine, sistem kesehatan yang bersembunyi telah berjuang untuk merawat pasien selama lonjakan infeksi Covid-19 pada bulan Juli dan Agustus. Myanmar telah memulai program vaksin yang menjanjikan sebelum kudeta, tetapi terhenti setelah militer merebut kekuasaan. Salah satu dari mereka yang ditangkap adalah dokter yang bertanggung jawab atas peluncuran vaksin.

Junta telah berjanji untuk mempercepat tingkat vaksinasi, tetapi terhambat oleh kurangnya staf terlatih, kurangnya vaksin, dan kurangnya kepercayaan publik pada sistem kesehatan yang dijalankan militer. NUG meluncurkan program vaksinnya sendiri pada Juli, meski ini sebagian besar terbatas pada daerah perbatasan di bawah kendali tentara pemberontak etnis yang simpatik.

Varian Delta dari Covid tampaknya telah menyebar di Myanmar pada Juli dan Agustus. Jumlah korban sebenarnya sulit diketahui. Semua perawat dan dokter yang diwawancarai oleh koresponden BBC mengatakan pasien yang sakit parah ditolak dari rumah sakit pemerintah, dan harus pulang, entah untuk sembuh, atau mati.

Pada September, jumlah Covid-19 telah turun tajam, tetapi Myanmar tetap rentan terhadap wabah di masa depan. Sebab, tingkat vaksinasi masih jauh di bawah negara-negara tetangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement