Rabu 01 Jun 2022 23:05 WIB

Militer Myanmar dan Kelompok Oposisi Saling Tuding Soal Ledakan Bom di Yangon

Militer Myanmar dan lawan-lawannya saling tuding atas ledakan bom di Yangon

Rep: Rizky Jaramaya/Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Seorang wanita menyeberang di jalan kosong menuju pagoda Shwedagon di Yangon, Myanmar.  Militer Myanmar dan lawan-lawannya saling tuding atas ledakan bom di Yangon. Ilustrasi.
Foto:

Kementerian Pertahanan NUG pada Rabu (1/6/2022) mengatakan militer yang berkuasa telah berusaha untuk menyalahkan kelompok perlawanan etnis dan kekuatan revolusioner dalam insiden serupa di masa lalu. Kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan PDF di Yangon mengunggah pernyataan di halaman Facebook mereka dan menyangkal keterlibatan dalam ledakan pada Selasa. Mereka menuduh militer melakukan provokasi.

Pengeboman fatal lainnya terjadi pada Selasa di sebuah kantor pendidikan dua lantai di kotapraja Naung Cho, di Negara Bagian Shan, Myanmar timur. Media pemerintah juga menyalahkan PDF dan NUG atas pengeboman tersebut.

The Global New Light of Myanmar melaporkan seorang kepala sekolah meninggal dan enam tenaga kependidikan serta seorang pegawai negeri terluka. Ledakan itu terjadi ketika sekolah-sekolah negeri sedang mempersiapkan pembukaan kembali kelas mereka.

Sistem sekolah telah menjadi medan pertempuran antara penguasa militer dan musuh-musuhnya. Hal ini menyebabkan jumlah anak putus sekolah di Myanmar meningkat. “Jumlah anak putus sekolah di Myanmar meningkat lebih dari dua kali lipat dalam dua tahun, sekitar setengah dari anak-anak kehilangan pendidikan formal karena penutupan sekolah akibat Covid-19 dan meningkatnya rasa tidak aman,” ujar pernyataan Save the Children.

Setidaknya ada 260 serangan di sekolah antara Mei 2021 dan April tahun ini. Termasuk ledakan di dalam dan sekitar gedung sekolah yang menyumbang hampir tiga perempat dari total itu.

 

"Serangan terhadap sekolah, guru, dan siswa telah melonjak selama setahun terakhir karena konflik, membuat banyak dari mereka takut untuk kembali ke kelas dan, dalam beberapa kasus, tanpa sekolah yang tersisa untuk hadir,” kata Save the Children.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement