REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Kuba yang kekurangan anggaran menyampaikan berita buruk pada warganya. Negara Amerika Latin itu mengatakan, belum ada tanda-tanda pemadam listrik yang mengganggu kehidupan masyarakat dapat segera teratasi.
"Cadangan operasi pada sistem listrik kami tidak cukup memenuhi permintaan, dampaknya pada layanan tak terhindarkan," kata Menteri Energi dan Pertambangan Livan Arronte Cruz dalam diskusi mengenai pembangkit listrik negara di stasiun televisi, Senin (18/7/2022) pagi waktu setempat.
Menteri itu mengatakan kerusakan pada 20 pembangkit listrik yang sudah usang. Ditambah lagi, kebakaran dua generator tahun lalu menghilangkan harapan pemadaman berakhir pada musim panas dan mungkin berlangsung hingga tahun depan. Kuba menunda memperbaiki pembangkit listriknya karena kekurangan anggaran.
Arronte mengatakan kenaikan harga bahan bakar menguras sumber daya dan hanya berdampak kecil pada pemadaman. Sebagaian besar mengganggu generator cadangan.
Kuba mengimpor 50 persen lebih bahan bakarnya sebagian besar dari Venezuela. Pembangkit listriknya sebagian besar membakar minyak mentah yang berat dan korosif. Hanya 5 persen listrik yang berasal dari sumber alternatif.
Pemadaman listrik di Havana setiap harinya dapat berlangsung hingga empat jam lebih. Berulang kali selama 24 jam.
Pemadaman listrik mencerminkan krisis ekonomi yang terjadi setelah Amerika Serikat memberlakukan sanksi-sanksi terbaru pada tahun 2019. Kemudian diperburuk oleh pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina.
Sanksi-sanksi dan kenaikan harga makanan, bahan bakar dan pengiriman menunjukkan ketergantungan Kuba pada impor dan kerentanan lainnya. Seperti menuanya infrastruktur negara itu.
Perekonomian Kuba pada tahun 2020 turun 10,9 persen, baru pulih 2 persen tahun lalu. Rakyat Kuba kekurangan makanan dan obat-obatan selama dua tahun terakhir.
Rakyat harus mengantri panjang untuk membeli kebutuhan yang langka dan mahal. Pemadaman listrik hanya menambah kesulitan dan rasa frustasi. Sejak bulan Oktober lalu lebih dari 150 ribu orang keluar dari negara itu, sebagian besar ke AS.