REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong memperingatkan kemungkinan salah perhitungan atas ketegangan di Selat Taiwan, Senin (8/8). Menurutnya masalah di wilayah itu tidak mungkin segera mereda di tengah kecurigaan mendalam dan keterlibatan terbatas antara Amerika Serikat (AS) dan Cina.
"Di sekitar kita, badai sedang berkumpul. Hubungan AS-Cina memburuk, dengan masalah yang sulit dipecahkan, kecurigaan yang mendalam, dan keterlibatan yang terbatas," kata Lee dalam pidato yang disiarkan televisi menjelang hari nasional Singapura pada Selasa (9/8).
Lee mengatakan Singapura akan diterpa oleh persaingan dan ketegangan yang intens di kawasan itu. Negara itu seharusnya mempersiapkan masa depan yang damai dan stabil daripada saat ini.
"Ini tidak mungkin membaik dalam waktu dekat. Selain itu, salah perhitungan atau kecelakaan dapat dengan mudah memperburuk keadaan," ujar Lee.
Menurut Lee, tantangan ekonomi lebih mendesak dan prospek Singapura telah sangat mendung. Dia menegaskan pemerintah akan meluncurkan lebih banyak tindakan dalam beberapa bulan mendatang untuk membantu orang mengatasi kenaikan harga.
Inflasi Singapura telah mencapai rekor tertinggi lebih dari satu dekade dalam beberapa bulan terakhir. Bank sentral memperketat kebijakan moneternya pada 14 Juli dalam sebuah langkah off-cycle untuk mengatasi tekanan biaya.
Singapura sebelumnya telah mengumumkan paket dukungan untuk sebagian besar kelompok berpenghasilan rendah dalam upaya membantu mengurangi peningkatan biaya hidup akibat inflasi dan kenaikan harga energi. "Dunia sepertinya tidak akan kembali dalam waktu dekat ke tingkat inflasi dan suku bunga rendah yang telah kita nikmati dalam beberapa dekade terakhir," katanya.
Lee mengatakan, negara berpenduduk 5,5 juta orang itu harus merencanakan jauh ke depan dan mengubah industri. Singapura dinilai perlu meningkatkan keterampilan dan produktivitas.