Senin 22 Aug 2022 19:35 WIB

Singapura Buka Jalan Legalkan LGBTQ

Singapura cabut UU era kolonial yang melarang hubungan seksual sesama laki-laki

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyampaikan pemerintah akan mencabut Pasal 377A dari KUHP, yaitu sebuah undang-undang era kolonial yang melarang hubungan seksual sesama laki-laki.
Foto:

Pasal 377A diperkenalkan di bawah pemerintahan kolonial Inggris pada 1930-an. Singapura adalah negara dengan masyarakat multi-ras dan multi-agama. Dari total populasi 5,5 juta, sekitar 16 persen adalah Muslim. Sementara komunitas Buddha dan Kristen memiliki porsi yang lebih besar. Menurut sensus 2020, Singapura memiliki populasi etnis Tionghoa yang dominan dengan minoritas Melayu dan India yang cukup besar. Sosiolog Universitas Nasional Singapura,Tan Ern Ser mengatakan, pencabutan pasal itu bisa menjadi tantangan masa depan terhadap konstitusi.

“Di permukaan, memang terlihat seperti satu langkah maju, dan dua langkah mundur, tetapi menurut saya, pencabutan itu dapat dilihat sebagai langkah awal yang dapat membuka jalan bagi tantangan masa depan terhadap konstitusi terkait definisi saat ini tentang hak asasi manusia, keluarga dan pernikahan,” kata Tan.

Undang-undang yang melarang hubungan seksual sesama jenis di Asia telah diliberalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pengadilan tinggi India mendekriminalisasi gay dalam putusan 2018. Sementara Taiwan menjadi negara Asia pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis pada 2019. Kemudian belum lama ini, Thailand menyetujui rencana yang mengizinkan pernikahan sesama jenis.

Sebelumnya pemerintah Vietnam mengumumkan bahwa gay bukan penyakit. Oleh karena itu, pemerintah

meminta pekerja medis untuk mengakhiri diskriminasi terhadap komunitas LGBTQ.

Para pegiat LGBTQ mengatakan, pernyataan pemerintah ini merupakan kemajuan yang besar untuk hak-hak LGBT di negara Asia Tenggara, di mana kaum gay, biseksual dan transgender telah lama merasa terpinggirkan. Dalam dokumen resmi yang dirilis Kementerian Keaehatan pada awal Agustus, kementerian mengatakan, homoseksualitas tidak dapat disembuhkan, tidak perlu disembuhkan, dan tidak dapat diubah. Kementerian Kesehatan mendesak para profesional medis untuk menghormati gender dan orientasi seksual pasien.

"Jangan menganggap homoseksualitas, biseksualitas, atau transgender sebagai penyakit,” kata pernyataan Kementerian Kesehatan Vietnam, dilansir South China Morning Post, Senin (22/8).

Vietnam dipandang relatif progresif dalam masalah LGBT dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia. Namun informasi yang salah tentang orientasi seksual dan identitas gender tersebar luas di masyarakat. Menurut laporan Human Rights Watch yang diterbitkan pada 2020, beberapa anak diajarkan oleh guru dan orang tua mereka bahwa, menjadi gay adalah penyakit mental.

Petugas di Pusat Inisiatif Pengembangan Masyarakat Pendukung Vietnam, Nguyen Thi Kim Dung, mengatakan, beberapa anak muda LGBT dibawa oleh orang tua mereka ke dokter untuk “menyembuhkan” mereka dari LGBT. Selain itu, banyak juga yang menghadapi pertanyaan diskriminatif saat menghadiri pertemuan rutin, dan menunda pemeriksaan kesehatan.

"(Keputusan pemerintah) ini adalah pengakuan resmi kepada orang-orang LGBT bahwa mereka memiliki hak untuk pergi ke fasilitas medis, dan bahwa mereka memiliki hak untuk diperlakukan sama,” kata Nguyen.

Vietnam mencabut larangan terhadap pernikahan sesama jenis pada 2015. Namun pengakuan hukum penuh untuk komunitas LGBT dan undang-undang yang memungkinkan kesetaraan gender hingga kini belum terwujud.

sumber : Reuters / AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement