Pada pekan terakhir memegang jabatan sebagai presiden Lebanon, Aoun menandatangani kesepakatan yang dimediasi Amerika Serikat (AS) yang menggambarkan perbatasan laut selatan negara itu dengan Israel. Upaya ini membuka jalan bagi kemungkinan penemuan gas maritim.
Para penggemar pemimpin itu memuji pencapaian tersebut. Namun para kritikus mengatakan, negara itu dibayangi krisis keuangan 2019 yang telah mendorong lebih dari 80 persen populasi ke dalam kemiskinan dan dampak dari ledakan besar-besaran di pelabuhan Beirut yang menewaskan lebih dari 220 orang pada 2020.
"Dia sejauh ini adalah presiden terburuk dalam sejarah Lebanon. Saya lebih suka kekosongan dalam kepresidenan daripada dia," kata pengacara dan ayah berusia 41 tahun bernama Michel Meouchi.
Serangan terhadap Aoun juga bersumber dari pengakuannya yang menyatakan mengetahui tentang bahan kimia yang disimpan di pelabuhan. Dia mengatakan kepada pihak berwenang lain untuk mengambil tindakan atas simpanan yang akhirnya memicu ledakan. Keluarga korban mengatakan, presiden seharusnya berbuat lebih banyak.
Aoun meninggalkan istana sehari sebelum masa jabatannya secara resmi berakhir, tiba di kediamannya di Rabieh dengan sambutan oleh menantunya dan ketua FPM saat ini Gebran Bassil. "Gebran mengejar ayah mertuanya!" kata orang yang menunggu.
Bassil adalah seorang anggota parlemen dengan berambisi sebagai presiden. Dia dikenai sanksi oleh Amerika Serikat pada 2020 karena dugaan korupsi tetapi membantah tuduhan itu. Namun, Aoun mengatakan pada Sabtu (29/10/2022), sanksi tidak akan menghentikan Bassil mendapatkan posisi presiden dan Washington tidak bisa menjatuhkannya jika terpilih.