REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Saham dan harga komoditas mengalami aksi jual luas pada Senin (28/11/2022) karena protes yang terjadi di kota-kota besar China. Warga China menuntut penghapusan pembatasan ketat nol-Covid di negara itu.
Bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di beberapa kota besar selama akhir pekan menghentikan reli saham tentatif yang meningkat minggu lalu.
Indeks acuan STOXX Eropa turun 0,9 persen pada awal perdagangan. Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 1,2 persen karena penjualan di pasar China.
Harga minyak, yang peka terhadap ketatnya lockdown China sebagai barometer permintaan, juga turun. Minyak mentah Brent turun 3,1 persen untuk diperdagangkan pada 81,05 dolar AS per barel.
"Jelas penguncian China yang ketat telah memengaruhi konsumen dan sentimen bisnis mereka untuk beberapa waktu dan penurunan peringkat yang terus-menerus ke PDB China telah konsisten selama lebih dari satu tahun sekarang dengan penurunan lebih lanjut yang akan datang," George Boubouras, direktur eksekutif K2 Asset Management di Melbourne, katanya.
Indeks saham patokan Australia ditutup 0,42 persen lebih rendah. Indeks saham Nikkei Jepang turun 0,4 persen.
Kekhawatiran yang lebih besar tentang kebijakan Covid China mengerdilkan setiap dukungan untuk sentimen investor dari pemotongan 25 basis poin bank sentral ke rasio persyaratan cadangan (RRR) yang diumumkan pada Jumat (25/11/2022). Ii akan membebaskan sekitar 70 miliar dolar AS dalam likuiditas untuk menopang ekonomi yang goyah.
China mengumumkan hari kelima berturut-turut rekor kasus lokal baru dengan 40.052 infeksi pada Senin. Di Shanghai, pengunjuk rasa dan polisi bentrok pada Ahad (27/11/2022) malam ketika protes atas pembatasan Covid yang ketat di negara itu berkobar untuk hari ketiga. Ada juga protes di Wuhan, Chengdu, dan sebagian ibu kota Beijing saat pembatasan Covid diberlakukan.