Selasa 07 Mar 2023 01:34 WIB

13 Kota di Cina Alami Peningkatan Polusi

Seluruh kota tersebut telah mengeluarkan peringatan polusi berat 'oranye'.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Polusi udara. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Polusi udara. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sebanyak 13 kota di Cina utara yang mengelilingi ibu kota Beijing telah mengeluarkan peringatan polusi selama beberapa hari terakhir. Status ini meningkatkan kekhawatiran bahwa pemulihan industri di wilayah tersebut meningkatkan tingkat kabut asap.

Seluruh kota tersebut, termasuk Tianjin dan Tangshan yang merupakan pusat pembuatan baja terbesar di Cina telah mengeluarkan peringatan polusi berat 'oranye' pada Ahad (5/3/2023). Menurut keterangan Pusat Penelitian Gabungan Nasional untuk Mengatasi Masalah Utama dalam Pengendalian Polusi Udara (NJRC), status itu merupakan peringatan tertinggi kedua.

Baca Juga

Peringatan oranye berarti indeks kualitas udara rata-rata (AQI) tiga hari telah meningkat di atas 200, diklasifikasikan sebagai "polusi berat". Status itu biasanya memicu penutupan industri atau pengurangan produksi di bawah peraturan Cina.

Beijing  belum mengeluarkan peringatan. Namun AQI kota itu telah mencapai 230 pada Ahad malam dan naik di atas 200 lagi pada Senin (6/3/2023).

Kualitas udara di wilayah yang biasanya rawan asap seperti Beijing, Tianjin, dan Hebei telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini sebagai hasil dari "perang melawan polusi" sejak 2014, yang melibatkan penutupan dan relokasi pabrik industri serta peningkatan standar emisi.

NJRC mengatakan, lonjakan baru-baru ini didorong oleh peningkatan aktivitas industri. Pabrik baja dan semen beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi, ditambah lalu lintas truk diesel juga meningkat. Diperkirakan kabut asap akan bertahan hingga 10 Maret.

Cina telah berusaha untuk menghidupkan kembali ekonominya sejak mencabut pembatasan ketat Covid-19 pada akhir tahun lalu. Keputusan ini meningkatkan kekhawatiran bahwa polusi dapat dibiarkan terus meninggi. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement