REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyatakan keprihatinan tentang dugaan keracunan ribuan siswi di seluruh Iran. UNESCO pun menyerukan penyelidikan atas peristiwa itu.
"UNESCO mendesak penyelidikan menyeluruh dan tindakan segera untuk melindungi sekolah dan memfasilitasi kembalinya siswa yang terkena dampak," ujar badan tersebut pada Rabu (8/3/2023).
Ribuan siswa di ratusan sekolah yang sebagian besar perempuan dilaporkan sakit akibat asap beracun dalam insiden yang terjadi sejak November. Masih belum jelas bahan kimia yang mungkin telah digunakan.
“Saya sangat prihatin dengan laporan peracunan siswi di Iran selama tiga bulan terakhir. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak mereka atas pendidikan yang aman,” kata kepala UNESCO Audrey Azoulay.
Pejabat Iran mengatakan, sedang menyelidiki insiden tersebut. Sedangkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah menyerukan siapa pun yang dianggap bertanggung jawab untuk dihukum berat.
Tapi pihak berwenang juga semakin memperketat pembatasan terhadap media independen, menangkap jurnalis, aktivis, dan lainnya karena berbicara tentang dugaan peracunan. Teheran sudah sangat membatasi media di tengah gelombang protes anti-pemerintah dalam beberapa bulan terakhir yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang ditahan oleh polisi moralitas pada September.
Beberapa pejabat Iran mengatakan, protes dan tuduhan peracunan adalah bagian dari konspirasi asing untuk memicu kerusuhan. Video yang diedarkan secara daring menunjukkan para guru memprotes dugaan keracunan di beberapa kota pada Selasa (6/3/2023).
Kementerian Dalam Negeri Iran mengumumkan penangkapan di enam provinsi yang terkait dugaan keracunan. Namun pernyataannya terfokus pada individu yang dituduh membuat video yang dikirim ke media yang bermusuhan dan tiga orang lainnya aktif dalam protes baru-baru ini.
Iran menggambarkan beberapa dugaan keracunan sebagai episode "histeria". Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendokumentasikan fenomena serupa di Afghanistan pada 2009 hingga 2012.
Ketika itu ratusan gadis di seluruh negeri mengeluhkan bau aneh dan keracunan. Tidak ada bukti yang ditemukan untuk mendukung kecurigaan tersebut dengan WHO menjelaskan itu tampaknya merupakan “penyakit psikogenik massal”.