REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejak kebocoran ditemukan pada jalur pipa gas alam Nord Stream 1 dan 2 di Laut Baltik pada 26 September 2022, penyelidikan dan kajian yang dilakukan pihak berwajib ternyata masih belum menemukan jawaban pasti dalang dibalik ledakan.
Berdasarkan investigasi kepolisian setempat dan dibantu oleh Dinas Keamanan dan Intelijen Denmark, kebocoran yang terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Denmark itu adalah berasal dari ledakan yang cukup dahsyat. Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen juga menyebut insiden itu sebagai tindakan yang disengaja.
Direktur Dinas Intelijen Asing Rusia (SVR) Sergei Naryshkin, pada 30 September 202, menyatakan bahwa Moskow memiliki informasi intelijen yang mengindikasikan bahwa Barat berada di belakang "aksi teroris" terhadap jaringan pipa gas Nord Stream di bawah Laut Baltik.
"Kami punya informasi yang mengarah pada jejak Barat dalam pengaturan dan pelaksanaan aksi-aksi teroris ini," kata Sergei Naryshkin kepada pers seperti yang disiarkan oleh televisi pemerintah Rusia, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Reuters.
Naryshkin tidak mengungkapkan bukti yang dimiliki Rusia, tetapi mengatakan bahwa Barat akan "berusaha melakukan apa pun untuk menyembunyikan pelaku dan dalang sebenarnya dari aksi teroris internasional ini".
Tudingan Naryshkin itu serupa dengan pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin sehari sebelumnya yang menyatakan bahwa sabotase terhadap pipa gas Nord Stream adalah "sebuah aksi terorisme internasional".
Kremlin, julukan bagi pemerintah Rusia, juga mendesak adanya investigasi internasional untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh dalam mengungkap peristiwa ledakan itu.
Investigasi wartawan AS
Wartawan kawakan Amerika Serikat, Seymour Hersh, mengungkapkan dalam artikel di media platform berbayar, Substack, 8 Februari 2023, bahwa AS yang berada di balik ledakan yang merusak jaringan pipa gas Nord Stream.
Seymour Hersh, peraih penghargaan Pulitzer (penghargaan bagi jurnalis AS) pada 1970 itu, menuduh bahwa peledakan itu adalah sebuah operasi rahasia CIA atas perintah Presiden AS Joe Biden, bekerja sama dengan Norwegia.
Tudingan bombastis itu, yang hanya bergantung kepada satu sumber anonim atau tidak menyebutkan nama, menyatakan bahwa motif peledakan adalah mengurangi pengaruh ekonomi Rusia di Eropa, karena pipa gas Nord Stream dirancang untuk menyalurkan gas ke Eropa sehingga merupakan salah satu sumber pemasukan bagi Rusia.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov kepada kantor berita Rusia RIA Novosti pada 9 Februari mengatakan bahwa laporan sang wartawan AS bernama Seymour Hersh itu sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan bagi Moskow. Sedangkan Ketua Duma (DPR Rusia) Vyacheslav Volodin mengatakan bahwa laporan Hersh tersebut harus menjadi dasar penyelidikan internasional.
Rusia juga berkali-kali menyeru kepada pihak Swedia (negara tetangga Denmark) untuk membagi hasil penyelidikannya soal ledakan yang merusak jalur pipa Nord Stream, tetapi permintaan itu ditolak.
Swedia dan Denmark, yang zona ekonomi eksklusifnya terpapar ledakan akibat sabotase, menyimpulkan bahwa jalur pipa itu sengaja diledakkan. Namun, kedua negara tak menyebutkan pihak mana yang bertanggung jawab.
Kedubes Rusia di Swedia, melalui platform Telegram, sempat membuat pernyataan bahwa berbulan-bulan sejak sabotase jalur pipa gas Nord Stream, tetapi pihak berwenang di Swedia tetap bungkam, "seolah menunggu petunjuk".
"Apa yang ditakutkan oleh pemimpin Swedia?" kata Kedubes Rusia.