REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Militer Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) meluncurkan latihan militer gabungan terbesar pada Senin (13/3/2023). Korea Utara (Korut) pun melakukan uji coba rudal jelajah yang diluncurkan kapal selam sebagai protes.
Latihan Korsel-AS mencakup simulasi komputer yang disebut Freedom Shield 23. Beberapa latihan lapangan gabungan yang secara kolektif dikenal sebagai Warrior Shield FTX juga akan dilakukan.
Militer Korsel dan AS mengatakan sebelumnya, simulasi komputer dirancang untuk memperkuat kemampuan pertahanan dan respons sekutu di tengah meningkatnya ancaman nuklir Korut dan perubahan lingkungan keamanan lainnya. Latihan lapangan juga akan kembali ke skala pelatihan lapangan terbesar sebelumnya yang disebut Foal Eagle yang terakhir diadakan pada 2018.
Sebuah pernyataan militer AS baru-baru ini mengatakan, latihan lapangan itu untuk lebih meningkatkan kerja sama kedua militer melalui udara, darat, laut, ruang angkasa, dunia maya, dan operasi khusus. Latihan ini meningkatkan taktik, teknik, dan prosedur.
Sedangkan peluncuran uji coba Pyongyang dilakukan sehari sebelum latihan 11 hari yang akan dilakukan oleh Washington dan Seoul. Korut mengatakan di media milik pemerintah //KCNA//, bahwa peluncuran dua rudal jelajahnya dilakukan dari sebuah kapal selam di lepas pantai timurnya.
Uji coba itu, menurut Pyongyang, upaya menunjukkan tekadnya untuk menanggapi dengan penuh kekuatan terhadap manuver militer yang semakin intensif oleh pasukan imperialis Washington dan pasukan boneka Seoul. //KCNA// menyebut rudal itu senjata strategis.
Laporan //KCNA// menjelaskan, peluncuran rudal terbaru ini memverifikasi postur operasi pencegahan perang nuklir negara itu. Ini menyiratkan bahwa Korut bermaksud untuk mempersenjatai rudal jelajah dengan hulu ledak nuklir.
Dalam uji coba kali ini, rudal terbang selama lebih dari dua jam, menggambar pola berbentuk angka delapan dan menunjukkan kemampuan untuk mencapai target 1.500 kilometer jauhnya. Rudal ditembakkan dari kapal 8.24 Yongung, merujuk pada kapal selam yang digunakan Korut untuk melakukan uji coba rudal balistik pertama yang diluncurkan kapal selam pada 2016.
Profesor di University of North Korean Studies di Seoul Kim Dong-yub menyatakan, rincian peluncuran yang dilaporkan menunjukkan Jepang, termasuk pangkalan militer AS di Okinawa, berada dalam jarak serang rudal jelajah, jika mereka ditembakkan dari perairan timur Korut. Senjata itu bahkan bisa mencapai wilayah Pasifik AS di Guam jika kapal selam Korut dapat beroperasi lebih jauh dari pantainya.
Peluncuran rudal ini adalah senjata bawah air pertama Korut sejak uji coba menembakkan senjata dari silo di bawah reservoir pedalaman Oktober tahun lalu. Pada Mei 2022, negara itu meluncurkan uji coba rudal balistik jarak pendek dari kapal selam 8.24 Yongung.
Komando Korut atas sistem rudal yang diluncurkan dari kapal selam akan mempersulit musuh untuk mendeteksi peluncuran terlebih dahulu. Cara ini juga akan memberi Korut kemampuan serangan balasan.
Selain itu, tes uji coba terbaru ini juga adalah peluncuran rudal jelajah pertama Pyongyang dari kapal selam. Peluncuran bawah air sebelumnya semuanya melibatkan rudal balistik.
Tindakan itu juga pertama kalinya Korut menembakkan beberapa rudal dari kapal selam dalam satu acara peluncuran. “Pada saat upayanya untuk membangun (kapal selam yang lebih besar) telah melaporkan sedikit kemajuan karena sanksi, Korut ingin menunjukkan bahwa jenis rudal yang dapat ditembakkan dari kapal selam masih hampir dikembangkan,” kata ahli kapal selam yang mengajar di Kyonggi University di Korsel Moon Keun-sik.