Selasa 02 May 2023 19:32 WIB

Yahudi, Muslim, Sikh Dapatkan Peran di Acara Penobatan Charles III sebagai Raja Inggris

Penobatan Raja Charles III akan dilakukan pada 6 Mei 2023.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Raja Charles III menginspeksi parade Sovereign ke-200 di Royal Military Academy Sandhurst di Camberley, Inggris. Jumat (14/4/2023)
Foto: REUTERS/Dan Kitwood
Raja Charles III menginspeksi parade Sovereign ke-200 di Royal Military Academy Sandhurst di Camberley, Inggris. Jumat (14/4/2023)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Rencana penobatan Raja Charles III sebagai raja Inggris Raya, pada Sabtu (6/5/2023), membuka peran banyak pemimpin agama dalam seremoni pemberian mahkota. Beberapa tradisi agama seperti Yahudi, Muslim, Sikh mendapatkan peran di acara penobatan Charles III sebagai Raja Inggris.

Namun Rabbi Nicky Liss tidak akan menyaksikan penobatan Raja Charles III. Dia akan melakukan sesuatu yang dianggapnya lebih penting, mendoakan raja pada hari Sabat Yahudi.

Baca Juga

Pada hari Sabtu, ia akan bergabung dengan para rabi di seluruh Inggris untuk membacakan doa dalam bahasa Inggris dan Ibrani yang mengucap syukur atas penobatan raja baru Inggris atas nama 'Tuhan yang menciptakan kita semua'.

Liss, Rabi dari Sinagoge Highgate di London utara, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi Inggris menghargai janji Raja Charles untuk mempromosikan koeksistensi semua agama dan catatannya dalam mendukung masyarakat multiagama selama masa jabatannya sebagai pewaris takhta Inggris Raya.

"Ketika dia mengatakan bahwa dia ingin menjadi pembela agama, itu sangat berarti karena sejarah kami tidak selalu sesederhana itu dan kami tidak selalu hidup dengan bebas; kami tidak bisa menjalankan agama kami," kata Liss kepada The Associated Press. "Namun mengetahui bahwa Raja Charles bertindak dan berbicara keberagaman seperti ini sangat menghibur."

Pada saat agama memicu ketegangan di seluruh dunia - dari kaum nasionalis Hindu di India hingga pemukim Yahudi di Tepi Barat dan kaum Kristen fundamentalis di Amerika Serikat - Raja Charles berusaha menjembatani perbedaan antara kelompok-kelompok agama yang membentuk masyarakat Inggris yang semakin beragam.

Mencapai tujuan tersebut sangat penting bagi upaya raja baru untuk menunjukkan bahwa monarki, sebuah institusi berusia 1.000 tahun yang berakar pada agama Kristen, masih dapat mewakili rakyat Inggris yang modern dan multikultural.

Namun Raja Charles III, sebagai pemimpin tertinggi Gereja Inggris, menghadapi kondisi negara yang sangat berbeda, dengan negara Inggris saat merayakan penobatan ibunya Ratu Elisabeth pada tahun 1953.

Tujuh puluh tahun yang lalu, lebih dari 80 persen penduduk Inggris beragama Kristen, dan imigrasi besar-besaran yang akan mengubah wajah bangsa baru saja dimulai. Angka tersebut kini telah turun di bawah setengahnya, dengan 37 persen mengatakan bahwa mereka tidak memiliki agama, 6,5 persen menyebut diri mereka Muslim dan 1,7 persen Hindu, menurut angka sensus Inggris terbaru. Perubahan ini bahkan lebih terasa di London, di mana lebih dari seperempat penduduknya beragama selain Kristen.

Raja Charles III menyadari perubahan itu jauh sebelum ia menjadi raja September lalu. Pada tahun 1990-an, Charles menyatakan bahwa ia ingin dikenal sebagai pembela iman," sebuah perubahan kecil namun sangat simbolis dari gelar tradisional raja sebagai pembela iman," yang berarti Kristen. Ini adalah perbedaan penting bagi seorang pria yang percaya pada kekuatan penyembuhan yoga dan pernah menyebut Islam sebagai salah satu harta karun terbesar dari akumulasi kebijaksanaan dan pengetahuan spiritual yang tersedia bagi umat manusia."

Komitmen raja terhadap keberagaman akan dipamerkan pada saat penobatannya, ketika para pemimpin agama yang mewakili tradisi Buddha, Hindu, Yahudi, Muslim dan Sikh untuk pertama kalinya akan memainkan peran aktif dalam upacara tersebut.

"Saya selalu menganggap Inggris sebagai \'komunitas masyarakat\',\" kata Charles kepada para pemimpin agama pada bulan September.

"Hal ini membuat saya memahami bahwa Penguasa memiliki tugas tambahan - yang tidak diakui secara formal namun harus dilaksanakan dengan tekun. Tugas itu adalah melindungi keragaman negara kita, termasuk dengan melindungi ruang untuk iman itu sendiri dan praktiknya melalui agama, budaya, tradisi, dan kepercayaan yang menjadi tujuan hati dan pikiran kita sebagai individu.\"

Hal ini bukanlah tugas yang mudah di sebuah negara yang memiliki perbedaan agama dan budaya yang terkadang terjadi gesekan dan memanas.

Pada musim panas lalu, para pemuda Muslim dan Hindu bentrok di kota Leicester. Partai Buruh yang beroposisi telah berjuang untuk membebaskan diri dari antisemitisme, dan strategi kontraterorisme pemerintah telah dikritik karena berfokus pada Muslim. Kemudian ada perbedaan sektarian yang masih memisahkan umat Katolik dan Protestan di Irlandia Utara.

Ketegangan-ketegangan seperti itu menggarisbawahi kebutuhan krusial bagi Inggris untuk memiliki seorang kepala negara yang secara pribadi bekerja untuk mempromosikan inklusivitas, kata Farhan Nizami, direktur Pusat Studi Islam Oxford.

Charles telah menjadi pelindung pusat studi ini selama 30 tahun, memberikan dukungan kepada Nizami dalam upaya membangun pusat akademis untuk mempelajari semua aspek dunia Islam, termasuk sejarah, ilmu pengetahuan dan sastra, serta agama. Selama tahun-tahun tersebut, pusat studi ini berubah dari bangunan kayu yang tidak mencolok menjadi sebuah kompleks yang memiliki perpustakaan sendiri, fasilitas konferensi, dan masjid lengkap dengan kubah dan menara.

"Sangat penting bagi kami untuk memiliki seorang raja yang secara konsisten berkomitmen terhadap (inklusivitas),\" kata Nizami. \"Hal ini sangat relevan di era modern, dengan semua mobilitas, dengan perbedaan dan keragaman yang ada, bahwa kepala negara harus menyatukan orang-orang, baik melalui contoh maupun tindakan.\"

Tindakan-tindakan tersebut terkadang kecil. Namun, tindakan-tindakan itu beresonansi dengan orang-orang seperti Balwinder Shukra, yang bertemu dengan sang raja beberapa bulan yang lalu saat ia secara resmi membuka Guru Nanak Gurdwara, sebuah rumah ibadah Sikh, di Luton, sebuah kota yang terdiri atas hampir 300 ribu penduduk dengan beragam etnis di utara London.

Shukra, 65, berhenti sejenak dari menepuk-nepuk roti pipih yang dikenal sebagai chapati untuk makan bersama yang disajikan oleh gurdwara untuk semua pengunjung, membetulkan selendang bunganya, dan menyatakan kekagumannya atas keputusan Charles untuk duduk di lantai bersama anggota jemaat lainnya.

Mengacu pada Guru Granth Sahib, kitab suci Sikh, Shukra mengatakan bahwa semua orang (adalah) sama. "Tidak masalah jika Anda adalah seorang raja," tambahnya.

Beberapa surat kabar Inggris menyatakan bahwa keinginan Charles untuk menyertakan agama-agama lain dalam penobatannya menghadapi perlawanan dari Gereja Inggris, dan seorang komentator agama konservatif baru-baru ini memperingatkan bahwa upacara multi-agama dapat melemahkan 'akar kerajaan' dari monarki.

Namun George Gross, yang mempelajari hubungan antara agama dan monarki, menepis kekhawatiran tersebut.

Penobatan raja adalah tradisi yang sudah ada sejak zaman Mesir dan Romawi kuno, jadi tidak ada yang secara intrinsik bersifat Kristiani, kata Gross, peneliti tamu di King's College London. Selain itu, semua elemen religius utama dalam upacara ini akan dipimpin oleh pendeta Gereja Inggris.

Perwakilan dari agama-agama lain telah hadir dalam acara-acara besar lainnya di Inggris, seperti kebaktian Hari Peringatan. "Hal-hal ini bukan hal yang tidak biasa dalam lingkungan yang lebih kontemporer. Jadi saya berpikir dengan cara lain, Seandainya tidak ada perwakilan lain, itu akan tampak sangat aneh," katanya.

Komitmen Charles terhadap masyarakat multiagama juga merupakan simbol kemajuan yang telah dicapai dalam mengakhiri keretakan dalam tradisi Kristen yang dimulai pada tahun 1534, ketika Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik dan menyatakan dirinya sebagai kepala Gereja Inggris.

Perpecahan itu mengantarkan ratusan tahun ketegangan antara Katolik dan Anglikan yang akhirnya memudar selama masa pemerintahan ratu, kata Kardinal Vincent Nichols, rohaniwan Katolik paling senior di Inggris. Nichols akan berada di Biara ketika Charles dinobatkan pada hari Sabtu.

"Saya mendapat banyak keistimewaan," katanya dengan riang. "Tapi ini akan menjadi salah satu yang terhebat, menurut saya, untuk berperan dalam penobatan raja."

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement