Ahad 21 May 2023 13:07 WIB

G7 Kompak Dukung Ukraina, Desak Cina Tekan Rusia

G7 juga meminta Cina menyelesaikan masalah Taiwan dengan cara damai.

 Para pemimpin dunia dari G7 dan negara-negara undangan, (baris atas dari kiri ke kanan) Mathias Cormann, Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Jerman Kanselir Olaf Scholz, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol. (baris bawah dari kiri ke kanan) Presiden Bank Dunia David Malpass, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, Yoon Suk Yeol Korea Selatan, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Jepang Perdana Menteri Fumio Kishida, Presiden Komoro Azali Assoumani, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula de Silva, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Ngozi Okonjo-Iweala berpose untuk foto keluarga para pemimpin G7 dan negara-negara undangan dalam KTT Pemimpin G7 di Hiroshima Jepang barat, Sabtu (20/5/2023).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, HIROSHIMA - Para pemimpin Kelompok Tujuh Negara Maju (G7) berjanji mendukung Ukraina selama menghadapi agresi Rusia. Mereka juga mendesak Cina agar memainkan perannya guna mengakhiri perang itu.

Pernyataan itu dirilis Sabtu (20/5/2023) atau hari kedua pertemuan puncak (KTT) G7 di Hiroshima, dalam sebuah komunike. Komunike ini disampaikan beberapa menit setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tiba di Jepang untuk menghadiri KTT ini. Tujuh negara anggota G7, adalah Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Jepang, dan Kanada, ditambah Uni Eropa.

Baca Juga

G7 juga mendesak Cina agar menekan Rusia guna menghentikan perang di Ukraina. G7 juga meminta Cina menyelesaikan masalah Taiwan dengan cara damai.

Para pemimpin G7 juga mengungkapkan kekhawatiran mendalam terhadap situasi di Laut Cina Timur dan Selatan, di mana Beijing meningkatkan klaim teritorialnya. G7 menentang keras setiap upaya sepihak dalam mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan.

Kekuatan militer dan ekonomi Cina yang meningkat di perairan terdekat, termasuk Selat Taiwan, telah mempertegang hubungan Cina dan AS, serta membahayakan keamanan kawasan. Cina dan Taiwan memiliki pemerintahan sendiri-sendiri pada 1949 karena perang saudara.

G7 menyebut beberapa negara demokrasi terpengaruh oleh "paksaan ekonomi" yang diterapkan negara-negara otoriter. Oleh karena itu, G7 akan meluncurkan platform untuk mencegah praktik-praktik semacam itu digunakan sebagai alat memburu kepentingan politik.

Komunike G7 juga menekankan pentingnya memperkuat rantai pasokan untuk bahan industri penting, seperti semikonduktor, dan mengambil tindakan lebih luas dalam melawan pembatasan perdagangan secara sepihak.

Para pemimpin G7 juga sepakat memperbesar bantuan energi dan pembangunan untuk negara-negara berkembang karena khawatir Cina mempraktikkan "diplomasi jebakan utang" dengan menggunakan utang sebagai senjata mendapatkan konsesi dari negara-negara debitur.

Komunike juga menyebutkan bahwa G7 siap membangun hubungan konstruktif dan stabil dengan Cina dan menekankan pentingnya dialog dengan Beijing dalam rangka menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan.

G7 juga mengutuk peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara yang disebut mereka melanggar hukum internasional. Mereka menyeru Korea Utara agar sepenuhnya meninggalkan senjata nuklir dan program-program pengembangan nuklir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement