REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tabloid pro-pemerintah Cina, Global Times menyebut G7 sebagai "lokakarya anti-Cina." Hal ini disampaikan satu hari setelah Beijing memanggil perwakilan Jepang dan mengecam Inggris dalam merespon pernyataan yang dikeluarkan G7 di Hiroshima, Jepang.
Dalam deklarasinya pada Sabtu (20/5/2023) G7 menyerang Cina dalam masalah-masalah seperti Taiwan, senjata nuklir, pemaksaan praktik ekonomi dan pelanggaran hak asasi manusia. Pernyataan ini menunjukkan panasnya ketegangan antara Beijing dan kelompok negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS).
"AS berusaha keras untuk menjalin jaringan anti-Cina di dunia Barat," kata Global Times dalam tajuk rencananya, Senin (22/5/2023).
Dalam tajuk tersebut diberi judul "G7 telah turun menjadi lokakarya anti-Cina." "Ini tidak hanya masalah intervensi brutal terhadap urusan internal Cina dan memfitnah Cina, tapi juga dorongan terselubung untuk konfrontasi antara kubu," tulis Global Times.
Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan Beijing dengan tegas menolak pernyataan G7 yang terdiri dari AS, Jepang, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman dan Italia. Pada Ahad (21/5/2023) Cina juga memanggil duta besar Jepang di Cina untuk melayangkan protes atas pernyataan tersebut.
Rusia yang merupakan sekutu dekat Cina juga diserang dalam pernyataan G7. Moskow yang menyebut pertemuan tersebut sebagai "inkubator" anti-Rusia dan anti-Cina itu diserang soal perangnya di Ukraina.
Terpisah, Kedutaan Besar Cina di Inggris meminta London berhenti memfitnah Cina. Setelah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan Beijing mewakili tantangan terbesar keamanan dan kemakmuran dunia. Komunike G7 menyebut Cina sebanyak 20 kali, paling banyak dalam beberapa tahun terakhir, naik dari 14 kali di pernyataan tahun 2022.
"Reaksi Cina kali ini cukup intens," kata profesor di City University of Hong Kong, Wang Jiangyu. "G7 menyebut banyak kekhawatiran (soal Cina) dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cina memandang isu-isu ini sebagai kepentingan inti dari urusan internal yang mana bukan untuk dibicarakan G7," kata Wang.
Selain mempermasalahkan komentar G7 soal Taiwan, pulau demokrasi yang Cina klaim bagian dari wilayahnya, Beijing juga menuduh AS dan sekutu-sekutu standar ganda mengenai pernyataan mereka tentang pembangunan teknologi nuklir dan praktik ekonomi.
Terlepas dari reaksi Cina, Presiden AS Joe Biden mengatakan ia berharap hubungan yang membeku dengan Cina "dapat segera" mencair. Namun beberapa pengamat menilai belum ada tanda-tanda ketegangan akan mereda. Terutama mengingat keras dan cepatnya sanggahan Beijing atas pernyatan G7.
"Reaksi Beijing (terutama saat awal-awal dirilis) menunjukkan ketegangan di kawasan sudah cukup tinggi dan mungkin akan terus bertambah," kata peneliti dari Pusat Kajian Cina Paul Tsai, Yale University, Moritz Rudolf.