REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- PBB menyoroti ketiadaan perempuan dalam kepemimpinan politik di Cina. Mereka prihatin atas kondisi tersebut dan mendorong Beijing menambah partisipasi perempuan di tingkat pengambil keputusan atau pembuat kebijakan.
“Sejak Oktober 2022, tidak ada perempuan di antara 24 anggota politbiro Partai Komunis Cina untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, dan tidak ada perempuan di antara tujuh anggota komite tetap politburo,” ungkap UN Committee on the Elimination of Discrimination Against Women dalam laporannya, dikutip Reuters pada Kamis (1/6/2023).
Menurut komite PBB tersebut, representasi perempuan Cina dalam kehidupan politik dan publik telah meningkat. Namun mereka khawatir perempuan hanya akan mewakili 26,54 persen dari wakil Kongres Rakyat Nasional Cina ke-14.
PBB mendesak Cina meningkatkan jumlah perempuan di semua biro pemerintah, termasuk kehakiman dan dinas luar negeri, khususnya di tingkat pengambilan keputusan.
Dalam laporannya, UN Committee on the Elimination of Discrimination Against Women juga mengaku prihatin dengan pembatasan berlebihan pada pendaftaran organisasi non-pemerintah serta laporan intimidasi dan pelecehan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (HAM). Mereka mendesak Beijing mencabut “pembatasan yang tidak proporsional” pada pendaftaran LSM.
Selain itu PBB juga meminta Cina menjamin bahwa aktivis pembela hak asasi perempuan tidak dilecehkan dan diintimidasi dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya. Sejak Xi Jinping menjadi pemimpin Negeri Tirai Bambu, jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam politik dan mengemban peran elite pemerintah telah menurun. Menurut sejumlah akademisi dan aktivis, kesenjangan gender dalam angkatan kerja di Cina pun melebar.