Jumat 30 Jun 2023 03:27 WIB

Erdogan: Menghina Muslim Bukanlah Kebebasan Berekspresi

Erdogan menegaskan Turki tak terprovokasi oleh aksi pembakaran Alquran di Swedia.

Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.
Foto: EPA-EFE/STEFAN JERREVANG
Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki tidak akan terhasut oleh provokasi atau ancaman, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (29/6/2023), sehari setelah sebuah salinan Al-Qur'an dibakar di Swedia. Aksi pembakaran Alquran kembali terjadi di Swedia dan kali ini dilakukan oleh seorang warga Irak bernama Salwan Momika.

"Kami akan mengajari orang-orang Barat yang arogan bahwa menghina Muslim bukanlah kebebasan berekspresi," kata Erdogan kepada anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) melalui pesan video.

Baca Juga

Turki, kata dia, akan menyampaikan reaksi dalam cara yang paling tegas guna melawan organisasi teroris dan musuh-musuh Islam. Erdogan menandaskan bahwa mereka yang mengizinkan aksi tersebut dengan dalih kebebasan berpendapat dan orang-orang yang menutup mata terhadap kejahatan itu, "tidak akan mencapai tujuannya".

Pada Rabu (28/6/2023), seorang warga negara Irak membakar salinan Al-Qur'an di depan sebuah masjid di ibu kota Swedia, Stockholm. Pada 12 Juni, pengadilan banding Swedia mengukuhkan putusan pengadilan lebih rendah guna membatalkan keputusan larangan membakar Al-Qur'an, setelah menyimpulkan polisi tidak memiliki dasar hukum untuk menghalangi dua unjuk rasa yang dibarengi dengan pembakaran Al-Qur'an awal tahun ini.

Pada Februari, polisi menolak memberikan izin kepada dua permintaan unjuk rasa lainnya dengan alasan keamanan, setelah politisi sayap kanan Denmark Rasmus Paludan membakar salinan Al-Qur'an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Januari lalu. Selanjutnya, dua orang yang pernah berupaya melakukan tindakan provokatif di luar kedutaan Irak dan Turki di Stockholm mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Pada April, Pengadilan Administratif Stockholm membatalkan keputusan tersebut, dengan menyatakan risiko keamanan yang dijadikan alasan oleh polisi, sebagai tidak bisa membatasi hak berdemonstrasi.

sumber : Antara/Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement