Sementara itu, Pemerintah Denmark telah mengumumkan bahwa mereka sedang mengkaji langkah-langkah untuk melawan aksi serangan berbasis budaya dan agama menyusul pembakaran Alquran di negara tersebut. Denmark mengatakan, pembakaran Alquran memiliki dimensi yang ditujukan untuk memprovokasi dan menyebabkan kerugian, tak hanya baginya, tapi juga negara lain.
Denmark menggambarkan aksi pembakaran Alquran sebagai tindakan sangat agresif dan sembrono. Ia menekankan bahwa hal itu tak mewakili masyarakat di negara tersebut. “Denmark akan menjajaki kemungkinan campur tangan dalam situasi di mana negara, budaya, dan agama lain direndahkan guna mencegah konsekuensi negatif bagi keamanannya,” katanya.
Sebelumnya Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson juga telah menyampaikan bahwa saat ini negaranya telah menjadi sasaran prioritas serangan teror. Menurut dia, hal itu buntut dari beberapa aksi pembakaran Alquran yang berlangsung di negara tersebut. "Peristiwa destruktif baru-baru ini, khususnya berbagai pembakaran demonstratif, telah meningkatkan risiko bagi Swedia," ujar Kristersson dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke Instagram, Kamis (27/7/2023).
Dia menekankan, situasi yang kini dihadapi Swedia sangat serius. “Kami, menurut Dinas Keamanan Swedia, berubah dari apa yang disebut sebagai target yang sah untuk serangan teror, menjadi target yang diprioritaskan,” katanya.
Untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya serangan teror, Kristersson mengaku telah memerintahkan 15 lembaga pemerintah, termasuk angkatan bersenjata serta beberapa lembaga penegak hukum untuk mengintensifkan pekerjaan mereka. Dinas Keamanan Swedia menjadi koordinator atas upaya pengamanan kolektif tersebut.