Selasa 01 Aug 2023 13:46 WIB

Menlu RI Angkat Masalah Pembakaran Alquran dan Palestina dalam Pertemuan OKI

Indonesia mendesak OKI mengirimkan pesan bersatu mengutuk keras pembakaran Alquran

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Indonesia mendesak OKI mengirimkan pesan bersatu mengutuk keras pembakaran Alquran
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
Indonesia mendesak OKI mengirimkan pesan bersatu mengutuk keras pembakaran Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi telah berpartisipasi dalam pertemuan luar biasa tingkat menlu negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang digelar secara virtual untuk membahas tentang berulangnya aksi penistaan dan pembakaran Alquran, Senin (31/7/2023). Pada kesempatan itu, Retno mengingatkan, di tengah krisis yang dihadapi umat Muslim saat ini, OKI tetap tak boleh melupakan tentang isu Palestina.

“Berpartisipasi dalam Sidang Luar Biasa ke-18 Dewan Menlu OKI (31/7). Mendesak OKI untuk mengirimkan pesan bersatu mengutuk keras pembakaran Alquran,” tulis Menlu Retno lewat akun X (Twitter) resminya, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga

“Di tengah berbagai krisis yang dihadapi umat, OKI tidak boleh melupakan perjuangan Palestina. Menegaskan kembali perlunya persatuan dan solidaritas kita dalam menjaga Al-Aqsa dan menciptakan perdamaian yang adil serta abadi di Palestina,” kata Retno menambahkan dalam pernyataannya.

Dalam pernyataan yang dirilis setelah Sidang Luar Biasa ke-18 Dewan Menlu, OKI meminta para anggotanya mengambil langkah-langkah yang mereka anggap tepat dalam menjalin hubungan dengan negara-negara di mana penistaan Alquran terjadi. Tindakan tersebut dapat bersifat politis, termasuk memanggil duta besar mereka.

OKI pun mengungkapkan akan mengutus delegasi yang dipimpin Sekretaris Jenderal (Sekjen) untuk melibatkan Komisi Eropa guna menyampaikan kecaman para negara anggota atas peristiwa penistaan Alquran baru-baru ini. Sementara itu Sekjen OKI Hissein Brahim Taha telah meminta Swedia dan Denmark untuk mencegah berulangnya aksi penistaan Alquran.

Taha mengutarakan kekecewaan karena sejauh ini, baik Denmark maupun Swedia, tidak mengambil tindakan apa pun untuk menangani berulangnya aksi pembakaran Alquran di negara mereka. “Sangat disayangkan bahwa otoritas terkait yang mengklaim kebebasan berekspresi terus memberikan izin untuk mengulangi tindakan tersebut yang bertentangan dengan hukum internasional, dan hal ini menyebabkan kurangnya rasa hormat terhadap agama,” kata Taha dalam sambutannya dalam Sidang Luar Biasa ke-18 Dewan Menlu OKI.

Ketika Sidang Luar Biasa ke-18 Dewan Menlu OKI diselenggarakan, aksi pembakaran Alquran kembali terjadi di Stockholm, Swedia. Pada 28 Juni 2023 lalu, seorang imigran Irak bernama Salwan Momika melakukan aksi perobekan dan pembakaran Alquran di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm, Swedia. Aksi tersebut dilakukan saat umat Muslim di sana merayakan Idul Adha. Momika memperoleh izin dari otoritas Swedia untuk melaksanakan aksinya karena dianggap sebagai bentuk kebebasan berbicara.

Momika diketahui memuji politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan. Sebelumnya Paludan telah melakukan pembakaran Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023 lalu. Aksi itu menjadi bentuk protes Paludan terhadap Turki karena tak kunjung memberi persetujuan agar Swedia dapat bergabung dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Sementara itu aksi pembakaran Alquran di Denmark dilakukan oleh kelompok sayap kanan bernama Danske Patrioter. Anggota kelompok tersebut telah beberapa kali melakukan pembakaran Alquran sepanjang bulan ini. Mereka melakukan aksinya di depan atau di luar kedubes Iran, Irak, Turki, dan Mesir di Kopenhagen.

Pemerintah Denmark telah mengecam aksi tersebut. “Pemerintah Denmark mengutuk pembakaran Alquran. Pembakaran kitab suci dan simbol agama lainnya merupakan tindakan memalukan yang tidak menghormati agama orang lain,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Denmark dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resminya, 22 Juli 2023 lalu.

Denmark mengungkapkan, pembakaran Alquran merupakan tindakan provokatif. Aksi itu dinilai tak hanya menyakiti banyak orang, tapi juga menciptakan perpecahan antara agama dan budaya yang berbeda di negara tersebut. “Denmark memiliki kebebasan beragama dan banyak warga Denmark adalah Muslim. Mereka (Muslim) adalah bagian berharga dari populasi Denmark,” kata Kemenlu Denmark.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement