Kamis 23 Nov 2023 10:45 WIB

Cerita di Balik Layar Kesepakatan Pembebasan Sandera Israel dan Tahanan Palestina

Qatar dan AS bertindak sebagai mediator antara Israel dan Hamas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina menyaksikan kehancuran akibat bombardir Israel di Jalur Gaza, Palestina, di Deir al Balah, Rabu (22/11/2023).
Foto:

Dua hari setelah perjalanan Biden ke Israel, warga Amerika-Israel Judith dan Natalie Raanan menjadi sandera pertama yang dibebaskan. Pembebasan keduanya seperti semacam “program percontohan”.

“Kami dapat melacak, secara real time, pergerakan Judith dan Natalie saat mereka pindah dari Gaza, akhirnya melintasi perbatasan dan menuju kebebasan.  Dan kami dapat menindaklanjutinya dari luar kantor dalam kaitannya dengan konteks kami berdasarkan apa yang sedang terjadi,” kata pejabat tersebut, sambil mencatat peran penting Komite Palang Merah Internasional dalam proses tersebut.

Pembebasan Raanan pada 20 Oktober memberikan keyakinan kepada Amerika bahwa Qatar benar-benar dapat mewujudkan pembebasan sandera yang mengarah pada proses yang sangat intensif untuk pembebasan sandera dalam jumlah besar.

Kepala Mossad David Barnea dan Direktur CIA Bill Burns mulai menyusun kontur kesepakatan dari sudut pandang Israel, bersama dengan tim AS serta pejabat Qatar dan Mesir.

Biden dan Netanyahu berbicara empat kali dalam enam hari antara tanggal 20 dan 25 Oktober, ketika para pejabat AS semakin sadar bahwa kesepakatan pembebasan sandera adalah satu-satunya cara untuk mengamankan jeda kemanusiaan selama beberapa hari. Pada saat itu tampaknya kesepakatan sudah hampir tercapai. 

“Hamas di dalam hanya berhenti berkomunikasi dengan orang-orang di Doha yang kami hubungi,” kata pejabat AS tersebut, setelah Israel melancarkan operasi daratnya di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.

Ketika komunikasi pulih, Hamas memutuskan pembicaraan dengan berbagai alasan, di hari-hari kritis ini. Biden dan emir Qatar berbicara lagi pada 17 November, ketika presiden berada di San Francisco dan McGurk di Doha.

"Ketika itu Biden bersikeras bahwa tanggung jawab saat ini ada pada Hamas dan kami memiliki beberapa tuntutan penting yang harus dilakukan yaitu bertemu Hamas," ujar pejabat AS tersebut.

Keesokan harinya, McGurk dan rekan-rekannya dari Qatar duduk bertatap muka untuk membahas elemen-elemen kesepakatan yang telah dicapai. Pejabat Qatar menyampaikan komentar dari Hamas kepada McGurk dan Burns, yang menyampaikan rincian ini ke Israel.

“Pertemuan tersebut pada dasarnya mengidentifikasi beberapa kesenjangan yang tersisa dan apa yang saat ini merupakan teks lima sampai enam halaman yang cukup rinci, dengan rincian mengenai langkah-langkah implementasi dari kedua belah pihak sehingga tidak ada yang dibiarkan begitu saja,” kata pejabat tersebut.

Hal ini diikuti dengan pertemuan dengan para pejabat Mesir, termasuk Kepala Intelijen Abbas Kamel, dan Hamas menyampaikan lebih banyak komentar. “Pada saat itu, untuk pertama kalinya, Anda dapat melihat hal ini terjadi secara bersamaan,” kata pejabat tersebut, seraya menyebutkan bahwa masih ada beberapa masalah masih harus diselesaikan.

Pada Ahad (19/11/2023), Israel menyetujui sebagian besar kesepakatan tersebut kecuali beberapa perubahan, dengan rincian implementasi kecil selama 48 jam terakhir. Termasuk beberapa masalah yang cukup signifikan dari pihak Hamas yang memberikan kepercayaan kepada Israel untuk bergerak maju.

Meskipun Amerika Serikat mempunyai peran sentral dalam proses ini, Amerika tersebut bersikeras bahwa ini bukanlah perang Amerika.

“Meskipun kami telah terlibat dan kami memfasilitasi dan kami fokus, terutama mengingat nyawa warga Amerika, ini adalah perang antara Israel dan Hamas. Kita tidak mempunyai kendali penuh atas kejadian-kejadian ini. Namun kami mempunyai pengaruh dan itulah yang sedang kami upayakan," ujar pejabat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement