Selasa 16 Apr 2024 10:06 WIB

Irak Tunda Pemungutan Suara RUU Hukuman Mati Bagi Hubungan Sesama Jenis

Pemungutan suara awalnya akan dilakukan pada Senin (15/4/2024).

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Seorang perempuan Irak memberikan suaranya saat pemilu provinsi, di sebuah TPS di distrik Karada, Bagdad, Irak, (18/12/2023).
Foto: EPA-EFE/AHMED JALIL
Seorang perempuan Irak memberikan suaranya saat pemilu provinsi, di sebuah TPS di distrik Karada, Bagdad, Irak, (18/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD -- Anggota parlemen Irak menunda pemungutan suara rancangan undang-undang (RUU), termasuk Undang-undang hukuman mati atau penjara seumur hidup, bagi hubungan sesama jenis. RUU ini menjadi keprihatinan kelompok hak asasi manusia dan diplomat-diplomat Barat yang mengatakan diloloskannya RUU akan merusak hubungan diplomatik dan ekonomi.

Pada Senin (15/2024), Parlemen Irak berencana menggelar pemungutan suara mengenai undang-undang itu dan amendemen undang-undang anti-prostitusi. RUU itu menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup atau mati bagi siapa pun yang terlibat hubungan sesama jenis atau siapa pun yang menukar istrinya dengan orang lain untuk tujuan seksual.

Baca Juga

RUU itu juga melarang promosi homoseksualitas dan orang yang melanggarnya dapat dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Anggota parlemen independen Ra'id al-Maliki mengatakan, ia berharap RUU itu diloloskan "karena penting melestarikan tradisi masyarakat Irak yang otentik."

Saat ini, Irak yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tidak secara eksplisit mengkriminalisasi homoseksual, namun klausul-klausul moralitas yang didefinisikan secara longgar dalam hukum pidananya digunakan untuk menyasar kelompok LGBT. Satu tahun terakhir partai-partai besar Iran meningkatkan kritiknya pada hak-hak LGBT.

Unjuk rasa partai berkuasa atau oposisi kerap membakar bendera pelangi yang menjadi simbol kelompok LGBT. Berdasarkan Our World in Data, lebih dari 60 negara mengkriminalisasi homoseksual sementara tindakan homoseksual legal di lebih dari 130 negara.

Tiga diplomat negara Barat mengatakan, mereka melobi pihak berwenang Irak untuk tidak meloloskan RUU karena tidak hanya untuk alasan hak asasi manusia. Tapi, Undang-undang itu akan mempersulit kerja sama politik dengan Irak yang mencoba melonggarkan isolasi internasional setelah gejolak selama bertahun-tahun.

"Akan menjadi sangat sulit untuk membenarkan bekerja sama dengan negara seperti itu di dalam negeri," kata seorang diplomat senior yang meminta namanya tidak disebutkan. "Kami sangat-sangat tegas: bila undang-undang ini diloloskan dengan bentuknya yang sekarang, akan menimbulkan konsekuensi yang sangat besar bagi hubungan bilateral dan bisnis dan perdagangan kami," tambahnya.

Pemungutan suara di parlemen Irak digelar sebelum Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington dalam perjalanan yang fokus mendorong investasi AS. Ketika Uganda memasukan hukuman mati bagi tindakan homeseksual tertentu pada Mei 2023 lalu, Bank Dunia menahan pinjaman barunya ke negara Afrika Timur itu. AS juga mengumumkan pembatasan visa dan perjalanan terhadap pejabat-pejabat Uganda. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement