REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan memberlakukan sanksi tambahan terhadap Rusia pada Jumat (6/4). Sanksi tersebut bersifat ekonomi dan dirancang untuk menargetkan oligarki yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Para pejabat AS mengatakan, sanksi terakhir yang diberikan kepada sejumlah individu dan entitas tetap berlaku. Namun akan ada lagi sekitar setengah lusin individu yang akan menerima sanksi, yang nama-namanya telah diberikan kepada presiden oleh Kongres.
Dalam beberapa pekan terakhir, penasihat keamanan nasional AS telah mendorong dikeluarkannya lebih banyak sanksi terhadap Rusia. Hal ini dilakukan setelah terjadi insiden serangan terhadap mantan agen intelijen militer Rusia di Inggris, serta dugaan campur tangan Rusia dalam pemilu AS 2016.
Pada Selasa (3/4) malam, mantan Penasehat Keamanan Nasional AS, H.R. McMaster, menyerukan agar pemerintah dapat mengambil tindakan keras terhadap Moskow. "Kami telah gagal untuk menerapkan sanksi yang setimpal," ujar McMaster, seperti dilaporkan laman The Washington Post.
Pernyataannya disampaikan beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih, bahwa tidak ada yang lebih tangguh dalam melawan Rusia daripada dirinya.
Sementara itu, pejabat Rusia telah menyatakan kekesalannya terhadap AS. Duta Besar Moskow untuk AS, Anatoly Antonov, mengatakan atmosfer di Washington adalah racun. "Ini atmosfir beracun," katanya kepada NBC News.
AS diperkirakan akan menargetkan orang-orang yang ada di dalam daftar pemimpin politik dan pebisnis Rusia yang berpengaruh, yang telah dirilis Departemen Keuangan AS pada Januari lalu. AS juga dapat menerapkan sanksi berdasarkan kekuatan yang diberikan oleh Kongres untuk menargetkan siapa pun yang menjalin kerja sama signifikan dengan intelijen dan sektor pertahanan Rusia.
"Jika mereka melakukan sesuatu yang sulit seperti ini, mungkin hanya akan sedikit meyakinkan anggota Kongres dan masyarakat yang bertanya-tanya apakah pemerintah fokus pada ancaman Rusia dan mengambil langkah untuk mengatasinya," kata Liz. Rosenberg, mantan pejabat Departemen Keuangan AS di Center for a New American Security.
Juru bicara Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS menolak untuk berkomentar. Pekan lalu, AS mengusir 60 mata-mata dan diplomat Rusia sebagai tanggapan atas serangan terhadap Sergei Skripal. Pengusiran diplomat kali ini merupakan yang terbesar dalam sejarah AS terhadap Rusia.
Pada awal Maret, Pemerintah AS juga memberikan sanksi baru pada sejumlah peretas dan agen mata-mata Pemerintah Rusia karena diduga ikut campur dalam pemilu 2016 dan melakukan serangan siber. Dalam beberapa hari terakhir, pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan tindakan tambahan untuk mengecam agresi Rusia secara terbuka.
Jumat (30/4) lalu, Duta Besar AS untuk Rusia, Jon Huntsman Jr., mengatakan kepada pejabat pemerintah ia ingin mengadakan konferensi pers di Moskow tentang pengusiran Rusia atas para diplomat AS dari negara itu.
Namun pada akhirnya, ia memilih untuk tidak mengadakan konferensi pers karena alasan yang masih belum jelas, tetapi Huntsman muncul di dalam sebuah rekaman video YouTube yang menjelaskan keputusan Washington.